Mohon tunggu...
Money

Ekonomi Islam atau Kapitalisme Religius, Sebuah Kritik Impelementasi

29 Juni 2015   11:02 Diperbarui: 29 Juni 2015   11:02 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang paling menguasai belantara keilmuwan ekonomi. Bahkan dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi ini merupakan satu-satunya sistem yang sekarang menguasai hampir seluruh muka bumi. Hampir tidak ada negara yang tidak menerapkannya, demikian juga hampir tidak ada fakultas ekonomi di universitas-universitas di dunia yang tidak mengajarkannya.

Ekonomi sebagai sebuah disiplin ilmu lahir setelah terbitnya buku magnum opusnya Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations. Walaupun sebagian kalangan menganggap benih-benih sistem ekonomi kapitalis telah ada sejak terjadinya revolusi industri, atau setelah tampuk-tampuk perekonomian diambil alih oleh masyarakat borjuis dari genggaman orang-orang feodal.

Smith dikenal sebagai penemu dan perumus suatu realitas yang disebut “pasar”, lembaga yang di dalamnya bertemu penawaran dan permintaan, penjual dan pembeli. Pasar adalah suatu sistem yang mengatur bekerjanya kegiatan produksi dan industri barang-barang atau yang mengatur hubungan orang dengan orang, dan orang dengan masyarakat dalam kegiatan produksi dan industri. Smith menganggap bahwa pemikiran ekonomi mengenai harga, produksi dan industri, perdagangan, pendapatan dan lainnya, didasarkan pada bekerjanya lembaga pasar yang diatur oleh suatu “tangan-tangan gaib” (invisible hands) yang bisa mengatur dengan sendirinya. Dari situ, timbul suatu intervensi yang memaksa, seperti pemerintah misalnya, dianggap akan merusak “hukum-hukum alam” yang wajar. Lebih lanjut, menurut Smith kesejahteraan umum akan lebih cepat tercapai, jika setiap orang, setiap individu, dibiarkan secara bebas berusaha tanpa campur tangan siapapun. Dengan demikian, orang yang berbuat akan didiorong oleh kepentingan pribadi, sehingga dengan sendirinya produksipun akan sempurna dan mengikat. Dari sinilah, kita mengetahui bahwa sistem ekonomi kapitalis dikenal adanya prinsip-prinsip kebebasan individu tanpa batas, adanya kelas-kelas dan eksploitasi kaum proletar yang berlebih, serta adanya pasar bebas.

Kapitalisme adalah perwujudan dari prinsip-prinsip liberalisme ekonomi atau ekonomi liberal. Prinsip-prinsip liberalisme itu ternyata mampu mendorong perkembangan ekonomi dan sistem Kapitalisme. Dalam sejarahnya, kapitalisme terus bertahan, walaupun mengalami berbagai krisis. Dalam kondisi  seperti ini, industri telah dikuasai oleh lembaga-lembaga keuangan, paling tidak bersatunya industri dengan bank-bank. Dalam kapitalisme, jika suatu bank yang menguasai industri mengalami krisis, maka negara akan turun tangan.

Di sisi lain, sejak tahun 1970-an, telah berkembang dengan pesatnya wacana mengenai Ekonomi Islam yang diikuti dengan didikuti oleh pertumbuhan kelembagaan ekonomi, terutama di bidang finansial. Ekonomi Islam mengklaim diri sebagai sistem ekonomi alternatif, baik terhadap sistem kapitalisme maupun sosialisme. Walaupunpun demikian, terkesan dari praktek bahwa apa yang disebut sebagai sistem ekonomi Islam itu sebagai suatu varian dari atau subordinat baru pada lawan sistemnya, yaitu kapitalis sosialis.

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa permasalahan ekonomi adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut Islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang menyamakan antara pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak terbatas dan cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara itu, kebutuhan manusia adalah  kebutuhan yang sifatnya merupakan kebutuhan pokok dan ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap yakni berupa kebutuhan sekunder dan tersier.

Perbedaan selanjutnya adalah mengenai konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem ekonomi sosialis dengan sistem ekonomi kapitalis serta berbeda juga dengan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).

Dari sedikit penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi manapun termasuk kapitalis maupun sosialis. Perbedaan itu tidak hanya mencakup falsafah ekonominya, namun juga pada konsep pokoknya serta pada tataran praktisnya. Walaupun terdapat perbedaan yang fundamental antara sistem ekonomi Islam dengan sistem kapitalis, tetapi tidak dipungkiri oleh banyak kalangan dalam implementasinya seringkali dijumpai beberapa persamaan.

Kritik atas implementasi ekonomi Islam sendiri muncul oleh sebagian kalangan membanding-bandingkan antara keduanya. Seperti misalkan, kalau melihat antara praktek bank biasa dan bank syariah kecuali dalam satu hal, yaitu soal bunga. Jika bank konvensional memungut bunga, maka bank syariah menolak praktek bunga, meskipun ada sejumlah kiat yang dilakukan untuk meraih fee (=bunga?) dengan cara yang tak bertentangan dengan ajaran Islam. 

Kemudian jika melihat perkembangan kekuatan negara-negara Muslim di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Tengah saat ini adalah modal finansial yang berasal dari eksploitasi minyak, gas bumi, dan bahan-bahan mineral lainnya. Karena itu, akan sulit bagi Dunia Islam untuk menghindari dari citra kapitalisme. Tapi sebagaimana tampak dalam sejarahnya, maka yang bisa dilakukan adalah menjinakkan atau mengendalikan kapitalisme dengan semangat moral dan etika dan dikombinasikan dengan nilai-nilai spiritualitas menuju kepada kapitalisme religius, dengan peluang yang sama untuk menjadikan Islam kekuatan, seperti yang tampak dewasa ini, menurut pengamatan Oliver Roy, di Iran yang Syiah yang mendasarkan diri pada prinsip Tauhid dan Keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun