Mohon tunggu...
Muhammad Novryan Fajarullah
Muhammad Novryan Fajarullah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya menyukai dalam membaca berita yang benar benar nyata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Koersif Amerika Serikat terhadap Indonesia Transaksi Sukhoi-35 Rusia

2 Desember 2021   09:48 Diperbarui: 2 Desember 2021   10:00 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Sebelum kita membahas mengenai diplomasi koersif yang dilakukan AS, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu diplomasi dan diplomasi koersif? 

Diplomasi adalah jalan alternatif yang memiliki efisien, efektif, serta lebih baik daripada perang agar terjaganya perdamaian dalam dunia. Diplomasi bertujuan untuk memberikan solusi pada suatu permasalahan atau konflik terlibat antara dua negara atau lebih, juga menemukan tujuan tercapai bersama yang memiliki kepentingan dari beberapa pihak negara yang terlibat. Banyak metode dalam berdiplomasi, seperti diplomasi koersif.
Diplomasi koersif (Coercive Diplomacy) adalah tindakan diplomasi dari negara yang memiliki kekuatan lebih dari negara yang didplomasikan yang digunakan nya sebagai ancaman kepada negara tersebut. Ini digunakan supaya lawan dari diplomasi itu mau memberikan aksi dalam membatalkan atau menunda untuk menuruti pihak diplomasi yang memberikan ancaman (Lauren 2007). Berdasarkan pendapat dari Levy , diplomasi koersif merupakan dipomasi yang mampu menyesuaikan situasi tergantung dari aktor bisa bersifat dalam defensif ataupun ofensif, koersif bisa merujuk pendefinisan tergantung pada subjektif(Levy 2008). Namun berbeda pandangan dari Georgano et.al, Diplomasi koersif merupakan defensive strategy atau strategi yang bersifat melindungi dari tindakan responsif dari pihak lain yang bisa dianggap sebagai ancaman atau menganggu terhadap kepentingannya (Georgano et al. 1971).

Dari pandangan Alexander L George, diplomasi koersif memiliki dua pendekatan, pendekatan try and see dan full-ultimatum
Pada dasarnya pendekatan try and see memiliki beberapa aspek penting yang wajib agar mampu melakukan sebuah tuntutan;
(1) memberikan pertimbangan dalam tuntutan yang mesti spesifik dan jelas, (2) memberikan ancaman yang jelas dan jeda waktu, hal ini bertujuan agar negara pelaku dapat melihat reaksi negara yang jadi sasaran dan langkah apa yang dilakukan pada selanjutnya. Sesudah memberikan dan mengetahui reaksi tersebut, nantinya negara pelaku mampu merencanakan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pendekatan full-ultimatum hampir mirip dengan pendekatan try and see yaitu (1). harus ada tuntutan yang jelas dan spesifik untuk negara yang dituntut, (2) diberikan jeda waktu untuk negara dalam kooperatif, (3) negara pelaku harus memberikan ancaman yang jelas kepada negara yang jadi sasaran yang tidak bisa kooperatif atau tuntutan yang sudah dikasih.

ide dari diplomasi koersif yaitu membuat dukungan pada permintaan seseorang dengan lawan melalui cara ancaman atau hukuman agar lawan tersebut mau membuat pertimbangan agar dapat memenuhi pemintaan dari yang membuat permintaan.
untuk membuat negara sasaran mau memberikan sebuah kebutuhan dari negara pelaku maka harus menggunakan coercing powernya agar dapat diberikan solusi dan jika hal tersebut terlaksana maka negara sasaran harus memenuhi apa yang dituntut oleh negara pelaku jika tidak maka bakal menjadi sebuah ketakutan bagi negara sasaran tersebut (Prastiti, 2019). 

Menurut Tom Sauer, Diplomasi koersif memiliki tiga elemen :1)permintaan ;2)ancaman; dan yang 3) tekanan waktu.
1), ini menjadikan sebuah pertanyaan apa permintaan dari negara pelaku dapat dikatakan sah? sauer memberikan pertanyaan tersebut bertujuan untuk menjadi dasar dan permintaan yang spesifik. Ada kemungkinan tujuan negara yang mengancam itu sudah sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Namun jika disaat yang sama negara sasaran tidak merasa tertekan dalam mematuhi hukum yang sama, terlebih lagi hukum internasional, maka para kritikus bisa mudahnya memberikan label standar ganda kepada negara pelaku yang mengancam, dari hal itu, kita bisa lihat bahwa perlunya diterapkan legitimasi dibandingkan legalitas. walaupun tujuan dilihat sebagai sah, tetapi jika permintaan spesifik bisa dianggap sebagai berlebihan, jika permintaan tersebut tidak setimpal dengan tujuan, maka hal tersebut dianggap tidak sah, tuntutannya harus selalu mempunyai batas tertentu.
2) Permintaan harus sesuai dengan ancaman. Ancaman mampu didukung dengan adanya tindakan agar bisa membantu meyakinkan lawan bahwa ancaman tersebut nyata. lalu timbulah sebuah pertanyaan apakah ancaman itu dapat bisa dipercaya? ini sangat penting karna kredibilitas ancaman merupakan faktor utama untuk mampu menentukan kemungkinan berhasil diplomasi koersif?
kredibilitas untuk suatu ancaman memiliki keterganungan pada 4 faktor: a) apakah ancaman itu bisa setimpal dengan permintaan? kalau ancaman itu tidak setimpal dengan permintaan, maka ancaman itu tidak akan dianggap kredibel. Ancaman harus proporsional dengan spesifik permintaan, bertujuan untuk mendasari dan sarana yang sudah tersedia. dan disisi lain, dalam membuat ancaman tidak selalu menguntungkan biar terlihat lebih rasional. b) apakah opini publik bisa mendukung ancaman dan potensi konsekuensinya? Sanksi, contohnya, mampu melukai ekonomi negara yang mengancam, yang memungkinkan mencegah penggunaan dari diplomasi koersif. dan disisi lain, opini publik yang tercegah juga menawarkan dari beberapa keuntungan tawar-menawar. c) apakah sebuah negara merasakan takut semacam eskalasi? kalau seperti itu permasalahannya, diplomasi akan jauh lebih mudah. d) mampukah reputasi sebuah negara untuk mengancam? kalau negara yang mengancam memiliki reputasi yang lebih dipercaya, ancaman yang dibuat dari negara tersebut akan lebih mudah untuk membujuk dari negara sasaran.

3) Diberikan tenggat waktu untuk diplomasi koersif untuk memberikan kesempatan kepada negara sasaran. permintaan harus sah dan ancamannya] mampu dipercaya, namun jikalau tekanan waktu terlalu ketat atau tidak cukup ketat, bisa jadi negara sasaran tidak akan mau menyerah (Sauer, 2007).

Dikabarkan bahwa republik Indonesia berencana kan pesawat Sukhoi SU-35 dari federasi rusia, Pihak rusia merasa curiga karna ada intervensi dari pihak ketiga yang dapat mengacaukan keputsan dari pembelian pesawat tersebut. Rusia menduga bahwa Amerika Serikat mencegah pembelian senjata dari Rusia dari taktik diplomasi koersif. Selain Indonesia, dari sejumlah negara seperti india, turki pun terkena sanksi dan ancaman dari AS jika membeli industri militer dari Rusia. Dari pihak Rusia, hal yang dilakukan Amerika serikat cukup tidak adil, perlu diketahui bahwa Amerika serikat merupakan industri militer terbesar di dunia dan ini merupakan persaingan dalam perdagangan tetapi persaingan tersebut bisa adil dan tidak adil.Rusia ingin agar setiap negara diberikan kebebasan untuk membeli senjata termasuk indonesia, karna biar dari masing masing negara yang menilai dari segi efektif dan harga. karna itu membuat sebuah persaingan menjadi lebih sehat.

Ini pun menjadi rahasia yang umum bahwa Amerika Serikat (AS) sering kali memberikan ancaman untuk negara yang melakukan jual beli industri perang dari negara yang bukan dari AS, seperti senjata atau pesawat perang dari Rusia. Tentunya hal ini pun berlaku untuk Indonesia yang memiliki proses dalam pembelian pesawt tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia. Indonesia telah bersepakat dengan Rusia untuk membeli sebanyak 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 milik Rusia (Sebayang, 2020).

Amerika serikat mengancam Indonesia dan mau membatalkan kontrak dengan Rusia terkait pembelian 11 jet tempur Sukhoi-35, kalau Indonesia masih bersikeras tetap ingin membeli ataupun ketahuan masih menjalin kerja sama kontrak dengan Rusia, maka Amerika serikat akan mengeluarkan sanksi Embargo kepada Indonesia melalui Undang-undang Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Peraturan itu berlaku untuk Rusia dan beberapa negara lain seperti Mesir, India, China yang dianggap Amerika Serikat sebagai ancaman. Seperti dilansir dari CNN, Amerika serikat memerintahkan Indonesia untuk memutuskan kontrak transaksi Pesawat jet tempur Sukhoi-35 dari Rusia, lalu Amerika serikat menawarkan untuk Indonesia jika memerlukan persenjataan militer atau pesawat tempur, maka Amerika serikat menyarankan F-16 EX buatannya, tetapi, hal tersebut masih menjadi sebuah dinegosiasikan oleh pemerintah Indonesia (CNN, 2020).

Hingga 24 februari 2021 dilansir dari CNBC, TNI AU memberitahukan kepada media soal pembelian jet tempur yang baru yaitu pesawat tempur F-16 EX dan Rafale sampai 2024. Rencana pembelian yang dilakukan Indonesia ini lebih aman dibanding jika Indonesia membeli Pesawat Sukhoi-35 dari Rusia, Dikarenakan adanya ancaman sanksi yang dibuat oleh Amerika Serikat dalam CAATSA (The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act) (Sandi, 2021).

Berdasarkan dari katadata.co.id, Indonesia berencana dalam membeli pesawat jet tempur baru yang ditentukan oleh anggaran yang tersedia, Dari data Jane's Aerospace, Defense & Security, Biaya belanja untuk pertahanan Indonesia di tahun 2020 mencapaiRp 106,58 triliun atau US$ 7,4 miliar. Di tahun 2021, angka biaya pertahanan tersebut naik sebanyak 7,1% atau Rp 118 triliun, jika di dollar kan menjadi US$ 8,2 miliar (Widowati, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun