Mohon tunggu...
Muhammad Soleh
Muhammad Soleh Mohon Tunggu... Editor - Pemula

menghidupkan kembali bakat menulis yang 44 thn terasa terpendam - masih seorang karyawan swasta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Para Penjaga Air: Antara Kerja dan Sosial

12 September 2019   17:22 Diperbarui: 12 September 2019   17:32 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

AkudanAir

Beberapa tahun belakangan ini Jakarta diramaikan dengan kehadiran para pekerja baru yang dinamakan dengan pasukan pelangi yang terdiri dari pasukan berkostum orange, biru, hijau dan lain-lain.

Kehadiran bidang pekerjaan baru ini cukup menarik perhatian warga lain untuk bisa mendapatkan pekerjaan tersebut. Padahal dulunya pekerjaan ini tidak cukup menarik hati mereka namun kemajuan zaman telah merubahnya.

Membersihkan jalan, saluran air, keindahan taman kota, sarana dan prasarana umum, masalah orang hilang, permasalahan banjir merupakan bagian dari pekerjaan mereka. Tentunya ini akan berhadapan dengan masyarakat langsung di lapangan. Suatu pekerjaan yang cukup untuk menguji mental keberanian, kesungguhan dan keikhlasan.

Khususnya penjaga air ketika musim hujan tiba akan disibukkan dengan urusan air yang datang dari hujan dan juga dari kiriman Bogor khususnya. Air yang melimpah jatuh ke tanah Jakarta akan cukup merepotkan warga dan penjaga air yang menjadi tugas mereka. Disaat kemarau mungkin tidak terlalu menyibukkan mereka dengan urusan air tapi musim kemarau ini menjadi saat yang tepat untuk mempersiapkan dalam menghadapi musim hujan mendatang.

Pekerjaan yang berurusan langsung dengan kebutuhan masyarakat ini tentunya menuntut kesungguhan dan perhatian yang rutin akan tugas dan tanggung jawabnya. Totalitas pengerjaan menjadi tuntutan yang pasti ketika obyek pengerjaan sudah harus dibenahi.

Mental kerja dan sosial harus sudah berada dalam jiwa sang pekerja. Ketika berhadapan dengan pekerjaan tentunya skill dan hati menyatu. Tanpa jiwa sosial skill akan berhenti sampai waktu atau jam kerja selesai. Tapi jiwa sosial tidak akan berhenti sampai disitu. Ia akan terus dibawa dan mengikuti hingga urusan selesai.

Setiap individu berbeda sifat dan wataknya dalam menghadapi pekerjaan. Jiwa pekerja akan selalu siap bekerja dan menunaikan tugasnya. Tapi jiwa sosial akan selalu siap bekerja kapan saja. Jika keduanya digabungkan akan menghasilkan pekerjaan yang maksimal. 

Disamping hasil kerja yang maksimal dan memuaskan hati segala pihak, pahala dari Tuhan akan terus mengalir selama manfaat fasilitas terus dinikmati warga. Keberkahan dunia dan akhirat akan dicapai. 

Bayangkan beberapa masa yang lalu sempat terjadi penumpukan sampah di pintu air di beberapa kawasan. Penumpukan yang terus menerus setiap hari tanpa adanya upaya untuk membersihkannya. Belum lagi sampah yang menggenangi pinggiran kali yang bersinggungan langsung dengan pemukiman warga pinggiran sungai/kali.

Bagaimana bisa hal itu dibiarkan terus menerus oleh pimpinan kota terlebih-lebih warga yang langsung berhadapan dengan genangan sampah tersebut.

Bagaimana jalan pikiran para penanggung jawab kota dan warga disitu. Adakah mental kebersihannya, adakah iman di dadanya yang seharusnya merasa malu ketika ingat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang mencintai kebersihan.

Tapi syukur sekarang hal itu sudah dibenahi. Sudah banyak pinggiran sungai/kali yang sudah bersih dari sampah dan pintu air yang bebas dari sampah yang menumpuk. Sekarang kesadaran masyarakat dan pimpinan kotanya telah tumbuh jauh lebih maju dari dulu. 

Jakarta sudah tampil cantik dan bersih. Banjir sudah banyak berkurang dan sungai/kali di Jakarta mulai mengalami kemajuan menuju air yang layak dipakai dan dikonsumsi. Pemerintah sedang mengusahakannya.

Tapi ada satu hal yang cukup memprihatinkan jika melintasi jalan saat ini. Masih kurang maksimalnya kebersihan saluran air yang melintasi jalan aspal di tengah permukiman warga. Saluran air yang tentunya melintasi seluruh area Jakarta. 

Sampah plastik, kertas dan bahan lain masuk ke dalam saluran air yang tertutupi dan sulit untuk dibuka karena menyatu dengan aspal. Kotoran dan sampah kecil tersebut setiap hari jatuh dan masuk ke dalamnya. 

Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak segera dibersihkan maka akan menyumbat aliran air di dalamnya. Bila hujan dan musim hujan tiba besar kemungkinan air di dalamnya sulit mengalir dan akhirnya akan membuat jalan menjadi banjir lagi. 

Usaha maksimal pemerintah untuk mengatasi banjir malah menjadi sia-sia karena sumbatan air yang muncul karena sampah kecil-kecil tersebut. Belum lagi penyakit yang akan timbul karenanya. Genangan air yang tersumbat akan menumbuhkan jentik nyamuk dan akhirnya akan menyerang warga sendiri. Demam berdarah, diare dan sebagainya yang diakibatkan nyamuk dan lalat.

Disinilah mental sosial bekerja. Para penjaga air tentunya tahu masalah ini. Tapi seharusnya hal ini secepat mungkin diselesaikan. Laporan kepada pimpinan tentunya akan menjadi bahan masukan yang bagus. Jangan meremehkan hal yang kecil karena kepuasan bekerja terletak pada hasil maksimal bukan yang menyisakan pekerjaan baru.

Jadi disini perlunya peran jiwa sosial yang maksimal dari para penjaga air untuk lebih memperhatikan dan menjaga kebersihan saluran air yang melintasi seluruh wilayah DKI.

Antara pekerja pemerintah dengan masyarakat harus saling bahu membahu. Tidak mengandalkan satu sama lain. Semua memiliki tugas dan tanggung jawab bersama. Demi keindahan dan kebersihan kota DKI yang dicintai mari bersatu padu dalam membangun kota. Semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia harus terus tertanam dan terelalisir hingga kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun