Mohon tunggu...
muhammad maulidan
muhammad maulidan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasiswa Hubungan Internasional Univeristas Islam Indonesia yang sedang tertarik membahas kajian isu isu kontemporer dengan fokus kepada Ideologi dan Pergerakan Politik Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah Genosida Srebrenica dan Solidaritas Indonesia

14 Juli 2021   11:56 Diperbarui: 14 Juli 2021   12:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tepat pada rentang tanggal 11 Juli 1995 hingga 13 Juli 1995 atau 26 tahun yang lalu, sebuah pembantaian yang dilakukan oleh para tentara Serbia yang menyerang ke umat Muslim Bosnia dikarenakan permasalahan politik.

Perang Bosnia, adalah perang sipil yang dikarenakan permasalahan antar etnis dan dimulai pada 1992 ketika keadaan politik dan ekonomi Yugoslavia mulai goyang setelah pasca kematian presiden Tito dan membuat Yugoslavia tidak stabil secara politik. Banyak negara yang telah memutuskan untuk referendum dan memerdekakan diri seperti Kroasia dan Slovenia pada 1991. Tentu Bosnia dan Herzegovina juga mengambil kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun, negara yang multi etnis terdiri dari Bosniaks (Orang Bosnia Muslim), Serbia dan Kroasia ini memiliki permasalahan identitas dan ketika Bosnia memutuskan untuk memerdekakan diri dan mendapatkan hasil sebanyak 99,7% memilih Bosnia menjadi negara yang berdaulat.

Pada 6 April 1992 Bosnia diakui secara internasional dan negara tersebut menjadi anggota PBB pada 22 Mei 1992 . Namun, permasalahan muncul dikarenakan etnis Serbia menolak kemerdekaan tersebut dan dalam referendum tidak ada orang Serbia yang memberikan suara. Karena hal ini, Serbia mengerahkan pasukan paramiliter yang nasionalis untuk menyerang Bosnia di Sarajevo dengan alih mengambil kembali dan pasukan Paramiliter ini dibantu oleh tentara Serbia dari Yugoslavia, Perang mulai pecah dan Bosniaks menjadi sasaran mereka, dimana mulainya adanya pembantaian terhadap Bosniaks dan ketika konflik sangat berlanjut orang orang Serbia juga menyerang orang Kroasia Bosnia. Puncaknya dari perang sipil ini adalah pembantaian, ketika upaya separatism dari Serbia ini mulai menyerang warga sipil Bosniaks dengan brutal seperti dirampok, diperkosa dan dibunuh dengan rentang dari 11 hingga 22 Juli 1995 dan menurut data dari United Nations International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia, lebih dari 8.000 orang Muslim Bosnia yang terutama pria dibunuh secara brutal dan ini menyebabkan adanya genosida terhadap umat muslim Bosnia dan tindakan adanya kejahatan perang yang diduga oleh Serbia.

anyak usaha yang dilakukan oleh dunia Internasional seperti pengerahan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang dipimpin oleh NATO dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan dan memberikan status "safe area" dan "no fly zone". Namun, upaya ini masih kurang efektif karena zona aman tersebut dikuasai oleh orang orang Serbia yang menolak untuk memberikan wilayah mereka dan pesawat Serbia beterbangan di zona larangan terbang. Eskalasi konflik makin menjadi ketika NATO memutuskan untuk melancarkan operation deliberate force  untuk melemahkan tentara paramiliter Serbia dan pesawat NATO menyerang dengan menjatuhkan 338 bom di kompleks Serbia Bosnia dengan tujuan agar mereka segera cepat menyerah (Mahnken, 2010). NATO memutuskan untuk menyerang karena sudah tidak ada alasan lagi dikarenakan benar benar terjadinya genosida.

Untuk mengakhiri perang, maka disepakati suatu perjanjian bernama Dayton Agreement pada 1 November 1995 dan resmi ditandatangani di Paris pada 14 Desember 1995 dan ini menjadi akhir dari perang sipil di Bosnia, Etnis yang bertikai di Bosnia dan Herzegovina sepakat untuk mengakhiri pertikaian dan berdamai menjadi negara satu yang berdaulat serta Bosnia dan Herzegovina dibagi menjadi dua bagian yaitu Republik Srpska yang mayoritas Serbia, dan untuk Federasi Bosnia dan Herzegovina ditinggali masyarakat Bosniaks dan Kroasia serta dengan Sarajevo sebagai Ibukota yang tidak dibagi 

Setelah Perang berakhir, International Tribunal for the former Yugoslavia memvonis 45 orang Serbia, 12 orang Kroasia, dan 4 orang Bosnia atas tindakan kejahatan perang selama perang Bosnia dan salah satunya adalah Jenderal Serbia Radislav Krstic, Slobadan Milosevic, Slobadan Prajlak, Ratko Mladic atas kejahatan mereka yang telah diperbuat di Bosnia

Solidaritas Indonesia atas Bosnia dan Herzegovina

Banyak negara yang bersimpati atas genosida yang terjadi di Bosnia, salah satunya Indonesia. Lewat komitmen Indonesia terhadap prinsip dari PBB untuk memelihara kedamaian yang ada di seluruh dunia, Indonesia mengirimkan pasukan penjaga perdamaian atau united peacekeeping operation yang bernama kontingen garuda dan dipimpin oleh mantan presiden Indonesia yakni Susilo Bambang Yudhoyono. Solidaritas Indonesia kembali ditunjukan setelah perintah Soeharto untuk mengirimkan kontingen garuda, beberapa organisasi Muslim di Indonesia memiliki inisiasi untuk mengirimkan relawan mereka untuk membantu konflik yang ada di Bosnia, namun hal tersebut ditolak oleh pemerintah Indonesia dikarenakan risiko yang cukup tinggi.

Penulis memiliki pendapat bahwasanya terlepas dari pemerintah ataupun masyarakatnya Indonesia memiliki rasa simpatik dan solidaritas yang kuat, entah hal tersebut apakah kebetulan dikarenakan pada 1985 adalah tahun terakhir presiden Soeharto menjadi sekretaris jenderal dari gerakan non blok (GNB). Namun, terlepas dari tujuan GNB untuk menghindarkan dari konflik penjajahan yang terjadi, Indonesia memiliki tanggung jawab yang cukup besar terhadap konflik yang terjadi di seluruh dunia seperti solidaritas terhadap konflik penjajahan yang terjadi di Palestina dan juga Rohingya. Indonesia kembali menunjukkan solidaritas diplomatik lewat pembangunan Masjid Istiqlal yang ada di  Sarajevo, pembangunan tersebut dimulai pada tahun 1995 dan diresmikan pada tahun 2001 dan masih berfungsi hingga saat ini.

Pembangunan Masjid, pengiriman pasukan perdamaian yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono, inisiasi organisasi Muslim di Indonesia sudah sangat cukup untuk menunjukkan betapa pedulinya Indonesia untuk menolong umat muslim yang ada di Bosnia, terlepas dari apapun. Islam yang ada di Indonesia sangat solidaritas untuk membantu atas konflik yang terjadi dimanapun itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun