Mohon tunggu...
Muhammad Latif
Muhammad Latif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Dinasti Politik Sebagai Sebuah Masalah Dalam Praktik Desentralisasi

28 Oktober 2021   20:40 Diperbarui: 28 Oktober 2021   22:39 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa dekade terakhir banyak bermunculan raja-raja kecil baru pada tingkat lokal. Salah satu yang paling santer di dengar dalam beberapa tahun terakhir adalah mengenai dinasti politik Ratu Atut di Banten. Yang menjadi menarik adalah walaupun Ratu Atut berstatus sebagai kriminal akibat tindakan penyalahgunaan jabatan, akan tetapi pengaruhnya masih tetap mendominasi. 

Banyak dari jabatan strategis di Banten baik itu jabatan politik ataupun birokrasi diisi oleh keluarga dan kerabatnya. Pengaruh yang kuat tersebut dikhawatirkan dapat memobilisasi lembaga birokrasi serta menggunakan sumber daya pemerintahan yang ada guna memenangkan kompetisi.

Dalam mengatasi semakin suburnya dinasti politik ini sebenarnya telah diatur dalam UU Pilkada No. 8 Tahun 2015 Pasal 7 (r) yang melarang keluarga calon petahana untuk ikut serta dalam kontestasi kecuali jika telah lewat dari satu periode masa jabatan. 

Yang menjadi permasalahannya adalah justru aturan ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan melawan nilai-nilai Hak Asasi Manusia sehingga keputusan tersebut memberikan angin segar terhadap elite politik yang berada dalam lingkaran dinasti politik.

Melihat semakin suburnya dinasti politik pada tingkat lokal dapat membuat rusaknya nilai-nilai demokrasi. Banyaknya jabatan yang dikuasai oleh sekelompok orang dari lingkaran yang sama tersebut membuat nilai check and balances dalam proses pengambilan keputusan menjadi kabur bahkan hilang. 

Hal ini pada akhirnya mendorong munculnya praktik monopoli sehingga melahirkan berbagai macam tindakan pengkhianatan terhadap rakyat seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Desentralisasi yang pada awalnya memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap kolaborasi antara pemerintah dan rakyat malah berubah menjadi sebuah hegemoni oleh sekelompok elite terhadap sumber daya yang ada. 

Alhasil tujuan desentralisasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menjunjung nilai-nilai akuntabilitas, transparansi, serta partisipasi masyarakat tadi malah menjadi boomerang terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat.

REFERENCE:

Agustino, L. (2010). Dinasti Politik Pasca-Otonomi Orde Baru: Pengalaman Banten dalam. Majalah Prisma, Otonomi Daerah Untuk Siapa, 29(3), 109.

Sujarwoto, S. (2016). Desentralisasi, dinasti politik dan kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 1(2), 1-6.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun