Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Warung Madura Mengepung Minimarket, Menantang Konglomerat Ritel!

17 Mei 2025   05:27 Diperbarui: 17 Mei 2025   17:55 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warung kelontong Madura buka 24 jam (Sumber: Shutterstock/Rembolle via kompas.com) 

Ketika para ekonom berkutat pada teori supply-demand dan para teknokrat sibuk menyusun kebijakan insentif investasi, sesuatu yang mengejutkan diam-diam tengah terjadi di ruas-ruas jalan perkotaan. 

Warung kelontong Madura menyebar dengan cepat, hampir tanpa jejak intervensi negara. Ini bukan sekadar anomali pasar, ini adalah gerakan ekonomi akar rumput yang berhasil menyelinap dan tumbuh di sela-sela dominasi ritel modern.

Jalan WR Supratman di Ciputat, Tangerang Selatan, menjadi salah satu buktinya. Sepanjang jalan pendek itu, tak kurang dari 17 warung Madura berdiri. 

Hitung saja, satu warung setiap 200--300 meter. Bahkan di Jalan Kertamukti yang berdiri kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah, ada lima warung yang hanya berjarak 5--10 meter satu sama lain. 

Siapa bilang pasar tidak bisa jenuh? Ternyata hukum pasar bisa ditantang oleh etos kerja dan strategi distribusi yang khas.

Fenomena ini tidak hanya hadir di Ciputat. Di Depok, Bekasi, Bogor, Jakarta, Bandung, Semarang, hingga Yogyakarta dan Surabaya, pola yang sama berulang. 

Warung-warung itu bukan sekadar jualan sembako, mereka adalah ekosistem ekonomi rakyat yang tangguh dan mandiri. Mereka tidak cantik seperti minimarket waralaba, tetapi mereka hidup dan berkembang karena paham betul denyut kebutuhan harian rakyat.

Kita bicara tentang sistem distribusi barang yang mengandalkan jaringan sosial berbasis keluarga dan komunitas. Beras dalam kotak kaca, bensin eceran di botol, rokok ditata di etalase depan, dan langit-langit penuh sachet. 

Ini bukan desain interior yang dirancang konsultan merek. Ini adalah bentuk efisiensi spasial yang lahir dari naluri bertahan hidup dan pengetahuan lapangan yang mendarah daging.

Dan jangan lupakan satu hal yang jarang dibahas dalam studi ekonomi modern, warung Madura buka 24 jam. Ini bukan sembarang pelayanan, ini strategi. 

Minimarket waralaba saja tak semua sanggup melayani non-stop. Warung Madura tidak kenal libur nasional. Mereka berdiri saat kota tidur dan tetap hidup saat langit mendung politik menutupi arah kebijakan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun