Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Dua Sektor Satu Jiwa: Fadia dan Beban Harapan Garuda

4 Mei 2025   08:32 Diperbarui: 4 Mei 2025   08:32 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Fadia Silva ramadhanti, atlet bulu tangkis Indonesia (Sumber: jakartadaily.com)

Sabtu malam (3/5/2025) di Fenghuang Gymnasium, Xiamen, menjadi saksi pahitnya langkah tim Indonesia yang terhenti di semifinal Sudirman Cup 2025. Korea Selatan menang dramatis 3-2 atas perjuangan merah putih. Di balik skor itu, terselip satu fenomena yang layak dibedah dalam lensa strategi taktik badminton. Keputusan menurunkan Siti Fadia Silva Ramadhanti di dua sektor sekaligus --- ganda campuran dan ganda putri.

Pertaruhan ini bukan perkara sepele. Dalam kompetisi sekelas Sudirman Cup, stamina, konsentrasi, dan sinergi antarpemain jadi kunci utama. Menurunkan satu pemain di dua laga dalam satu pertemuan tim adalah kebijakan yang membutuhkan pertimbangan sangat matang. Bukan hanya dari sisi fisik, tapi juga dari aspek mental, teknis, dan kolektivitas permainan.

Fadia membuka kiprah malam itu di sektor ganda campuran, berduet dengan Dejan Ferdinansyah. Mereka harus mengakui keunggulan pasangan tangguh Korea Selatan, Seo Seung Jae/Chae Yu Jung, dengan skor 10-21 dan 15-21. Kekalahan ini menandai bahwa pasangan Indonesia belum siap menghadapi tekanan di level elite, baik dari segi peringkat (ranking 67 dunia berbanding 66), maupun dari rotasi permainan yang kerap salah membaca arah lawan.

Dalam ganda campuran, komunikasi antar pemain lintas jenis kelamin sangat vital. Dejan dan Fadia memang beberapa kali menjadi pasangan, namun Fadia sendiri cenderung dikenal sebagai pasangan ganda putri bersama Apriyani Rahayu. Kondisi demikian berbeda jauh dari Seo/Chae yang sudah terbentuk sebagai entitas duet. Terlihat jelas bahwa tempo permainan pasangan Korea jauh lebih stabil, adaptif, dan memanfaatkan kecepatan rotasi dengan efektif.

Namun yang lebih mencengangkan, sekitar dua jam setelah laga pertamanya, Fadia kembali dipanggil ke lapangan. Kali ini di sektor ganda putri, berduet dengan Amalia Pratiwi. Lawannya? Pasangan elite Korea Baek Ha Na/Lee So Hee, duo Korsel yang tak hanya punya stamina prima, tapi juga sangat disiplin dalam menjaga transisi bertahan dan menyerang.

Laga ini berlangsung lebih sengit. Fadia/Amalia sempat merebut set kedua dengan skor 21-18, menunjukkan semangat luar biasa dan kerja keras yang pantang menyerah. Namun set ketiga memperlihatkan kenyataan tak terbantahkan, Fadia mulai kehabisan stamina. Rally-rally panjang menguras energi dan fokus, sehingga akhirnya laga ditutup 10-21 untuk kemenangan Korea.

Turun di dua sektor bukan hanya soal fisik, tapi juga mental baja. Fadia menunjukkan bahwa semangat juang tak bisa dihitung dari skor semata.

Dari sudut pandang taktik, keputusan menurunkan Fadia di dua sektor adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ini menunjukkan kepercayaan besar terhadap kemampuan multitalenta Fadia. Ia adalah aset berharga dengan daya tahan fisik dan mental luar biasa. Tapi di sisi lain, beban ini jelas terlalu besar di panggung sekelas Sudirman Cup.

Menggunakan satu pemain untuk dua partai dalam laga beregu adalah langkah yang biasanya dilakukan saat negara kehabisan stok unggulan atau dalam situasi darurat strategi. Apakah ini sinyal bahwa sektor pelapis Indonesia belum siap? Atau kepercayaan berlebihan pada satu figur untuk menanggung dua misi berat sekaligus?

Hal yang tak bisa dipungkiri, performa Fadia patut diapresiasi. Tak banyak pemain dunia yang mampu bertarung dalam dua sektor berbeda dalam waktu nyaris bersamaan, dan tetap mampu mencuri satu set dari pasangan top dunia. Ini membuktikan bahwa ketahanan fisiknya memang luar biasa. Sebuah aset strategis jika dikelola dengan bijak.

Namun, ke depan PBSI harus hati-hati. Fadia bukan mesin. Ia butuh pemulihan, butuh jeda, dan yang terpenting, ia butuh partner tetap yang solid, baik di ganda putri maupun ganda campuran. Terlalu sering mencampuradukkan formasi justru akan membuat chemistry antar pemain menjadi rapuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun