Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Dari Warung ke Washington, Pembayaran QRIS Mengguncang Amerika

22 April 2025   06:19 Diperbarui: 23 April 2025   07:57 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi QRIS, transaksi pembayaran dengan QRIS. (Sumber: SHUTTERSTOCK/ALFAWARDANA via kompas.com)

Dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), Pemerintah AS secara eksplisit menyoroti Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21 Tahun 2019 tentang penerapan standar nasional Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS). 

Mereka menilai kebijakan ini tidak inklusif terhadap partisipasi perusahaan teknologi keuangan asal AS. Sorotan ini seakan menjadi babak baru dalam ketegangan perang dagang Indonesia-AS yang kini menyentuh ranah transaksi mikro sekalipun.

Tidak hanya PBI 21/2019, AS juga mempersoalkan PBI Nomor 19 Tahun 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang mewajibkan seluruh transaksi domestik diproses melalui lembaga berlisensi Bank Indonesia. 

Dari sudut pandang Washington, regulasi semacam ini menciptakan hambatan non-tarif (non-tariff barriers) bagi perusahaan asing yang ingin mengakses pasar sistem pembayaran Indonesia.

Namun perlu ditegaskan bahwa QRIS adalah inovasi digital finansial yang dirancang untuk memperkuat fondasi ekonomi mikro Indonesia. 

Pendekatan inklusif dan biaya rendah, QRIS membuka akses transaksi digital ke lebih dari 32,7 juta merchant serta menjangkau 50,5 juta pengguna per Juni 2024. Ia hadir bukan untuk menutup pintu, melainkan memperluas gerbang bagi ekonomi rakyat.

QRIS bukan sekadar alat bayar, tapi simbol kedaulatan ekonomi digital Indonesia. Di tengah tekanan global, kita tak hanya bertahan namun kita memimpin perubahan. 

Dalam konteks perang dagang, kritik AS terhadap QRIS dapat dipahami sebagai bentuk tekanan untuk memperluas dominasi korporasi teknofinansial mereka di pasar negara berkembang. 

Ketika Indonesia menegaskan kedaulatan atas sistem pembayarannya sendiri, maka secara otomatis kepentingan ekonomi AS yang bertumpu pada ekspansi teknologi finansial seperti Visa, Mastercard, dan PayPal merasa terusik.

Ini bukan kali pertama AS menggunakan pendekatan trade bullying terhadap kebijakan domestik negara lain. Dalam era pemerintahan Trump, proteksionisme ekonomi dijadikan sebagai senjata geopolitik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun