Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengokohkan Pancasila di Jantung ASN, Misi Asta Cita Tak Bisa Ditunda

21 April 2025   21:31 Diperbarui: 21 April 2025   20:47 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Session penyampaian materi penguatan nilai-nilai Pancasila bagi ASN Kementerian Hukum di Badiklat Hukum Jawa Tengah (Sumber: Dok. Khamdan)

Di tengah gegap gempita reformasi birokrasi dan transformasi digital pelayanan publik, kita sering lupa satu hal mendasar, jiwa. Ya, jiwa dari birokrasi Indonesia adalah Pancasila. Ia bukan hanya dasar negara, tapi juga nyawa dari setiap keputusan dan layanan publik. Maka, ketika Balai Diklat (Badiklat) Hukum Jawa Tengah menyelenggarakan pelatihan SPIP Terpadu bagi 40 ASN dari 10 provinsi, hal ini bukan sekadar penguatan sistem pengawasan, melainkan proses pembentukan karakter aparatur negara yang berpijak pada nilai-nilai ideologis bangsa.

Pelatihan itu menjadi cermin konkret dari semangat Asta Cita pertama Presiden, yaitu mengokohkan ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. Dalam praktiknya, ideologi tidak bisa hanya menjadi jargon seremonial. Ia harus diinternalisasi, ditanamkan, dan dihidupkan dalam perilaku sehari-hari birokrat. Dan inilah yang menjadi roh utama pelatihan yang berlangsung di Semarang tersebut.

Pancasila bukan untuk dihafal, tapi untuk dipraktikkan. Birokrasi yang berkarakter Pancasila adalah birokrasi yang menjunjung tinggi etika, adil dalam membuat kebijakan, dan memiliki empati dalam pelayanan. Hal yang menarik, pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini bukan sekadar ceramah satu arah. Peserta diajak masuk ke dalam proses pembelajaran kritis, di mana mereka merefleksikan nilai-nilai Pancasila dalam konteks pekerjaan mereka sehari-hari, termasuk dalam menyusun mitigasi risiko dan sistem pengawasan berbasis integritas.

Birokrasi yang berkarakter Pancasila bukan hanya tentang aturan, tapi tentang melayani dengan hati, menjunjung integritas, dan menjaga keadilan. Pancasila bukan sekadar teori, ia harus hidup dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya, agama, dan etnis yang sangat tinggi. Potensi konflik selalu ada. Justru karena itulah, Pancasila harus menjadi fondasi dalam setiap interaksi sosial, termasuk di ranah birokrasi. Di sinilah titik temu antara ideologi dan tata kelola pemerintahan. Keduanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

ASN hari ini dan ke depan harus mampu menjadi penjaga moralitas publik. Mereka bukan sekadar pelayan teknis, melainkan juga teladan nilai. Dalam konteks SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah), pendekatan berbasis Pancasila akan meneguhkan semangat pengawasan yang tidak hanya legalistik, tapi juga etis.

Kita semua mafhum bahwa demokrasi dan HAM tidak bisa tumbuh dalam ruang hampa nilai. Demokrasi tanpa arah nilai hanya akan melahirkan kekacauan, sementara HAM tanpa landasan ideologi kebangsaan rentan terkooptasi kepentingan luar. Di sinilah Pancasila berperan sebagai jangkar yang mengikat nilai-nilai global dengan identitas lokal.

Pelatihan ini juga memperlihatkan pentingnya perspektif sosiokultural dalam membentuk kesadaran ASN. Ketika peserta dari Jawa, Bali, NTT, Kalimantan, dan NTB duduk bersama dalam satu ruang, mereka tak hanya belajar dari materi, tapi juga dari keberagaman. Ini adalah internalisasi persatuan dalam wujud yang nyata. Pancasila hadir bukan sebagai dokumen, tetapi sebagai pengalaman kolektif.

Sayangnya, selama ini banyak pelatihan ASN masih terjebak pada aspek teknis semata. Urusan ideologis dianggap terlalu filosofis dan "tidak aplikatif". Padahal, justru kekosongan nilai inilah yang sering menjadi sumber dari ketidakefektifan birokrasi berupa korupsi, pelayanan buruk, hingga arogansi kekuasaan.

Kita tidak butuh lebih banyak aturan. Kita butuh lebih banyak kesadaran. Dan kesadaran itu lahir dari pendidikan nilai yang konsisten dan menyeluruh. Pelatihan yang dilakukan Badiklat Hukum Jawa Tengah menjadi model yang patut ditiru oleh seluruh institusi negara, termasuk di luar sektor hukum. Misi besar Asta Cita pertama tidak akan terwujud tanpa ASN yang memiliki loyalitas ideologis kepada Pancasila. Bukan loyalitas dalam bentuk sumpah semata, tetapi dalam bentuk keputusan, kebijakan, dan sikap kerja sehari-hari. Karena sejatinya, ASN adalah wajah terdepan negara di mata rakyat.

Pancasila adalah pondasi, bukan hiasan. Dalam setiap langkah birokrasi, kita tak hanya menjalankan tugas, tapi menegakkan ideologi bangsa yang mencerminkan demokrasi, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun