Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ormas atau Mafia? Bongkar Modus Premanisme yang Bikin Resah

24 Maret 2025   07:19 Diperbarui: 24 Maret 2025   10:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah pengendara melintas di dekat poster himbauan bertuliskan "Jogja Nyaman Tanpa Preman" (Sumber: pikiranmerdeka.co)

Fenomena premanisme yang dipertontonkan oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) menjelang Lebaran semakin meresahkan masyarakat. Tidak hanya menimbulkan gangguan ketertiban umum, tetapi juga berpotensi merusak stabilitas pelaku ekonomi, investasi, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan Ormas sejatinya memiliki peran strategis dalam partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari UU Nomor 8 Tahun 1985 sampai direvisi terakhir pada UU Nomor 16 Tahun 2017. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya penyimpangan yang mencoreng nilai luhur keormasan.

Secara historis, Indonesia lahir dari berbagai organisasi pergerakan yang berorientasi pada perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional. NU, Muhammadiyah, Budi Oetomo, Sarekat Dagang Islam, hingga Jong Java merupakan contoh organisasi yang berkontribusi besar dalam membentuk identitas bangsa. Namun dalam perkembangannya, muncul kelompok-kelompok berkedok Ormas yang cenderung melakukan tindakan premanisme, mulai dari pungutan liar, parkir liar, intimidasi, hingga tindakan anarkis yang merugikan masyarakat dan pelaku usaha.

Premanisme Ormas menjelang lebaran seringkali dikaitkan dengan modus operandi tertentu, seperti pungutan liar terhadap pedagang, pemaksaan pemberian uang keamanan dan THR, hingga penguasaan lahan secara ilegal. Tindakan semacam ini jelas menghambat perputaran ekonomi, menurunkan kepercayaan investor, serta membebani pelaku UMKM yang seharusnya dapat menikmati momen peningkatan omzet menjelang hari raya. Sahat Sinaga selaku Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) misalnya, mengungkapkan bahwa premanisme ormas sudah sangat keterlaluan karena memaksa minta THR dengan melakukan penyegelan pabrik kelapa sawit, bahkan menjarah sawit perkebunan di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Riau, 

Dalam perspektif hukum progresif, regulasi terkait Ormas harus lebih responsif terhadap dinamika sosial yang berkembang. Undang-Undang yang mengatur Ormas harus mampu membedakan antara organisasi yang benar-benar berkontribusi bagi masyarakat dengan kelompok yang justru menjadi alat kepentingan tertentu dan melakukan tindakan merugikan. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sebagai otoritas yang berwenang dalam pembinaan Ormas memiliki peran krusial dalam menegakkan aturan ini.

Selain itu, pendekatan restorative justice dapat digunakan dalam menekan premanisme Ormas dengan mengedepankan upaya mediasi dan penyelesaian konflik berbasis komunitas. Namun, dalam kasus pelanggaran hukum yang serius, tindakan tegas melalui pencabutan izin Ormas dan pemidanaan terhadap oknum yang terlibat menjadi langkah yang tidak dapat dihindarkan.

Premanisme Ormas juga harus dilihat dalam konteks lebih luas sebagai bagian dari permasalahan sosial yang berakar pada lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum. Dalam banyak kasus, keberadaan Ormas yang cenderung represif seringkali beririsan dengan kepentingan politik tertentu, sehingga mendapatkan perlindungan dari pihak-pihak yang seharusnya menegakkan hukum. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih komprehensif diperlukan untuk mengatasi fenomena ini.

Dari sudut pandang studi perdamaian, premanisme Ormas juga berkontribusi terhadap ketidakstabilan sosial yang lebih luas. Ketika sekelompok kecil masyarakat dapat melakukan tindakan intimidatif tanpa konsekuensi hukum yang jelas, rasa keadilan dalam masyarakat menjadi terganggu. Hal ini dapat memicu konflik horizontal yang lebih besar, terutama ketika kelompok masyarakat lainnya merasa harus melakukan tindakan perlawanan demi melindungi hak-haknya.

Selain itu, premanisme Ormas juga berdampak negatif terhadap indeks demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Sebuah negara yang memiliki aturan jelas tetapi gagal dalam implementasinya akan menghadapi krisis legitimasi di mata masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa regulasi keormasan tidak hanya sekadar aturan di atas kertas, tetapi benar-benar diterapkan secara konsisten tanpa pandang bulu.

Ormas seharusnya menjadi pilar masyarakat, bukan alat intimidasi. Supremasi hukum harus ditegakkan demi stabilitas ekonomi dan keamanan sosial. Premanisme yang dibiarkan tumbuh dalam Ormas bukan hanya merugikan UMKM, tapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap hukum dan negara.

Pendekatan strategis dalam menangani premanisme Ormas harus mencakup tiga aspek utama. Penegakan hukum yang tegas, penguatan kelembagaan pengawasan, serta pemberdayaan Ormas yang berorientasi pada kepentingan publik. Dalam konteks ini, peran pemerintah daerah menjadi sangat penting, mengingat mereka memiliki kewenangan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Ormas di wilayahnya.

Lebih lanjut, reformasi sistem pengelolaan Ormas perlu dilakukan dengan menempatkan mekanisme akuntabilitas yang lebih ketat. Salah satu usulan yang dapat diterapkan adalah kewajiban bagi setiap Ormas untuk melaporkan kegiatan dan sumber pendanaan secara berkala. Langkah ini akan memudahkan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan yang dapat berujung pada tindakan premanisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun