Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Masjid Menara Kudus, Simbol Akulturasi dan Keberlanjutan Tradisi Damai Islam

9 Maret 2025   01:45 Diperbarui: 9 Maret 2025   13:13 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agenda tahunan menyambut bulan Ramadan di Masjid Menara Kudus yang disebut Dandangan (Sumber: Dok. Khamdan)

Masjid Menara Kudus bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga saksi bisu perjalanan panjang akulturasi budaya yang memperkaya khasanah peradaban Islam di Nusantara. Berdiri megah sejak tahun 1530 M, masjid ini didirikan oleh Sayyid Ja'far Shodiq, yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus, seorang wali dan panglima perang Kesultanan Demak. Dengan keunikan arsitektur yang memadukan unsur Islam, Hindu, Buddha, dan Tionghoa, Masjid Menara Kudus menjadi representasi nyata betapa Islam disebarluaskan melalui pendekatan yang damai dan inklusif.

Daya tarik utama masjid ini adalah menaranya yang berbentuk candi, menyerupai arsitektur Hindu-Buddha khas Majapahit. Bentuk ini bukan sekadar warisan estetika, tetapi juga strategi kultural Sunan Kudus dalam mengharmoniskan ajaran Islam dengan nilai-nilai lokal. Dengan demikian, Islam dapat diterima secara lebih luas tanpa adanya benturan budaya yang frontal. Keunikan lainnya adalah delapan arca di area tempat wudhu. Dalam tradisi Buddha, angka delapan melambangkan delapan jalur kebenaran atau Aga Mrga, yang mengarahkan manusia menuju pencerahan. Sunan Kudus tidak menghapus simbol ini, melainkan memaknainya ulang dalam konteks Islam, mengajarkan bahwa nilai-nilai kebaikan universal dapat tetap dijaga dan diselaraskan dalam Islam.

Gapura peninggalan Majapahit sebaai batas luar masjid (Sumber: Dok. Khamdan)
Gapura peninggalan Majapahit sebaai batas luar masjid (Sumber: Dok. Khamdan)

Selain itu, masjid ini menyimpan prasasti batu dari Palestina yang menandai peran Sunan Kudus sebagai ulama yang memiliki jejaring keilmuan luas, termasuk dengan Timur Tengah. Prasasti ini menjadi bukti kuat bahwa Islam di Nusantara bukanlah agama yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari peradaban Islam global yang berkembang pesat kala itu. Masjid Menara Kudus juga mencerminkan pengaruh budaya Tionghoa, terlihat dari ukiran-ukiran kayu bercorak oriental yang menghiasi beberapa bagian masjid, termasuk piringan keramik asli dari China. Ini memperlihatkan bahwa sejak dulu, Islam di tanah Jawa berkembang dengan merangkul budaya-budaya yang telah ada, tanpa menghilangkan identitas aslinya. Pendekatan seperti ini menjadikan Islam di Nusantara lebih mudah diterima dan berkembang dengan cara yang damai.

Gapura dalem yang berada di area dalam masjid sebagai batas ruang sakral dengan ruang psoaial pada zaman dulu (Sumber: Dok. Khamdan)
Gapura dalem yang berada di area dalam masjid sebagai batas ruang sakral dengan ruang psoaial pada zaman dulu (Sumber: Dok. Khamdan)

Metode penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Kudus sangat terstruktur dan masif. Ia tidak hanya mendakwahkan Islam melalui lisan, tetapi juga dengan pendekatan budaya dan simbol-simbol yang akrab di masyarakat. Hal ini sejalan dengan strategi dakwah para Wali Songo lainnya, yang lebih menekankan pada pendekatan kultural daripada konfrontasi. Keberlanjutan tradisi damai ini terlihat dari berbagai ritual budaya yang masih lestari di sekitar Masjid Menara Kudus. Salah satunya adalah tradisi Dandangan, yang menandai awal bulan Ramadan dengan prosesi budaya yang meriah. Ini menunjukkan bahwa Islam di Kudus tetap memelihara kearifan lokal, tanpa meninggalkan nilai-nilai fundamentalnya.

Selain itu, masyarakat Kudus hingga kini masih menjaga tradisi larangan menyembelih sapi, sebagai bentuk penghormatan kepada budaya Hindu yang pernah menjadi bagian dari sejarah daerah tersebut. Kebijakan ini menunjukkan bahwa Islam di Kudus telah lama mengajarkan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan. Masjid Menara Kudus juga menjadi pusat pendidikan Islam yang melahirkan banyak ulama dan cendekiawan. Pesantren dan majelis ilmu yang tumbuh di sekitarnya menjadi bukti bahwa warisan intelektual Sunan Kudus tetap hidup hingga kini, mengajarkan nilai-nilai Islam yang damai dan berkeadaban.

Penampakan puncak masjid dari bawah gapura pintu gerbang terluar masjid (Sumber: Dok. Khamdan)
Penampakan puncak masjid dari bawah gapura pintu gerbang terluar masjid (Sumber: Dok. Khamdan)

Keindahan arsitektur dan filosofi yang terkandung dalam Masjid Menara Kudus menjadikannya destinasi wisata sejarah yang kaya makna. Bagi wisatawan yang datang, bukan hanya keindahan visual yang didapatkan, tetapi juga pelajaran berharga tentang bagaimana Islam tumbuh dengan merangkul keberagaman. Wisata religi di Kudus bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan intelektual dan spiritual. Setiap sudut Masjid Menara Kudus mengajarkan nilai-nilai harmoni, kebersamaan, dan toleransi yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Sejumlah pengunjung duduk santai di bawah pondasi Menara Kudus (Sumber: Dok. Khamdan)
Sejumlah pengunjung duduk santai di bawah pondasi Menara Kudus (Sumber: Dok. Khamdan)

Wisata Sejarah Ramadhan Menara KudusDi era modern ini, keberlanjutan nilai-nilai damai yang diwariskan Sunan Kudus menjadi semakin relevan. Ketika dunia masih diwarnai oleh ketegangan antarbudaya dan agama, model dakwah yang dipraktikkan di Kudus bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan keberagaman. Melalui Masjid Menara Kudus, kita belajar bahwa Islam adalah agama yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan esensinya. Keberhasilan Sunan Kudus dalam membangun jembatan budaya ini membuktikan bahwa Islam di Nusantara tumbuh dengan cara yang unik dan harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun