Suara alarm berkali-kali meraung di kamar Ammar, tapi pemiliknya tetap terkapar di kasur. Baru ketika suara ibunya menggema dari dapur, "SAHUR! CEPET BANGUN SEBELUM AYAMNYA IKUT MAKAN!", barulah dia bangkit, walau masih setengah sadar. Tapi baru saja melangkah ke meja makan, HP-nya bergetar. Notifikasi dari grup kantor. Dan lebih parah lagi, dari Bos Besar.
Bos: "Ammar, mana laporan efisiensi kerja rumah? Saya butuh sebelum subuh!"
Ammar langsung beku di tempat. Ingatannya melayang ke tugas yang harusnya dia selesaikan sejak kemarin, tapi malah ketiduran setelah marathon nonton film The Kingdom of Heaven, berlanjut The Kingdom of Solomon, masih menambah The Message, dan Fetih 1453. "Ya ampun, Bu! Aku harus pilih makan atau laporan nih!" keluh Ammar.
Ibunya yang sedang mengaduk bubur ketan cuma mendengus, "Kalau nggak makan, perut kosong. Kalau nggak laporan, dompet kosong."
Pilihan berat. Ammar panik. Tangannya gemetar memegang sendok nasi, sementara otaknya juga berusaha memikirkan laporan. Di satu sisi, adiknya, Namira, sudah rakus menyendok ayam goreng. "Aa, lama banget sih. Kalau nggak segera makan, ayamnya aku abisin, nih!"Â godanya sambil menunjuk ayam terakhir di piring.
Di sisi lain, laptopnya sudah terbuka di meja makan, kursor berkedip-kedip di dokumen kosong. Waktu terus berjalan. Akhirnya, otak cerdasnya mendapat ide jenius. Sambil menyuap nasi ke mulut dengan tangan kiri, tangan kanannya mengetik laporan dengan kecepatan supersonik. Tapi nasib berkata lain.
Saat Ammar hendak mengetik bagian kesimpulan, nasinya nyangkut di tenggorokan. Dia tersedak! Tangannya yang panik malah kepencet tombol "Enter" berkali-kali, mengirim laporan setengah jadi ke Bos.
Bos: "Ammar, kenapa laporan ini isinya 'asdasdasd' dan 'help'?"
Ammar makin panik, adiknya ngakak, dan ibunya tepuk jidat. Sementara Ammar batuk-batuk, Bos kembali mengetik:
Bos: "Kamu ngetik laporan sambil lomba makan sahur, ya?!"
Ammar tak bisa menjawab. Antara malu, lapar, dan takut dompetnya beneran kosong bulan ini.