Mohon tunggu...
Muhammad julianto putra
Muhammad julianto putra Mohon Tunggu... Jurnalis - Pribadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Include opini kreatif & kritis meski tak melankolis dan puitis. http://Klikanggaran.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ini Rezim Gagal?

23 Mei 2019   04:00 Diperbarui: 23 Mei 2019   05:01 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data bahwa kinerja perdagangan Indonesia merosot drastis pada April 2019 kemarin.Tidak tanggung-tanggung, neraca perdagangan pada bulan lalu dilaporkan mengalami defisit hingga US$2,5 miliar.

Ini adalah rekor defisit bulanan terparah sejak tahun 1975. Menurut BPS, defisit tersebut disumbang oleh defisit sektor migas sebesar US$1,49 miliar serta defisit sektor nonmigas mencapai US$1miliar.Merujuk pada data historis, selama kurun waktu 1975 hingga 2018, neraca perdagangan kita sebenarnya hanya pernah mengalami defisit lima kali, yaitu padai 1975, 2012, 2013, 2014 dan 2018.

Dalam berbagai periode defisit tersebut, defisit tahunan pada 2018 adalah yang terbesar, yaitu mencapai US$8,5 miliar. Sehingga, jika April kemarin defisit bulanan kita mencapai US$2,5 miliar, itu artinya sudah sepertiga dari rekor defisit tahunan pada 2018 silam.Secara kumulatif, meski sempat surplus pada bulan Februari sebesar US$329,9 juta, dan surplus US$670,8 juta pada Maret lalu, namun karena pada Januari lalu kita juga mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$1,1 miliar.

maka sepanjang tahun ini defisit neraca perdagangan kita sudah mencapai angka US$2,6 miliar. Ada potensi, selama setahun 2019 ini akan terjadi rekor yang mematahkan rekor defisit tahun lalu. 

Kendati demikian,Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia  Dr.H.Fadli Zon,SS.Msc menuturkan bahwa hal ini merupakan berita buruk.

"Dalam sebulan terakhir, saya mencatat setidaknya ada empat kabar buruk ekonomi yang muncul secara berturut-turut.Pertama, terus meningkatnya utang Pemerintah. Per 31 Desember 2018, posisi utang adalah Rp4.418,13 triliun. Pada akhir April 2019 kemarin, jumlahnya telah meningkat menjadi Rp4.528,45 triliun.

"Artinya, ada penambahan jumlah utang sebesar Rp110,32 triliun sejak Januari 2019 lalu, atau meningkat sebesar Rp347,84 triliun jika dihitung sejak April 2018, yang angkanya Rp4.180,61 triliun.Kedua, pertumbuhan ekonomi 2019 berada di bawah perkiraan Pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Kita tahu, BI baru saja mengumumkan turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi di bawah 5,2 persen, dari sebelumnya diproyeksikan sekitar 5,4 persen.Jika dibandingkan tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2019 juga turun. 

"Tahun lalu, triwulan pertama kita masih bisa tumbuh 5,18 persen. Sementara, triwulan pertama tahun ini pertumbuhan kita tercatat hanya 5,07 persen.Ketiga, kurs rupiah yang mulai melemah. Nilai tukar rupiah pada pertengahan Mei 2019 tercatat melemah 1,45 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir April lalu. Atau, melemah sekitar 1,36 persen secara rerata jika dibandingkan rerata bulan lalu.Dan keempat, tentu saja adalah berita defisit neraca perdagangan yang memecahkan rekor sejarah tadi." Dilansir dalam akun resmi tweeter @Fadlizon 

Dilanjutkannya,meski secara nominal defisit neraca perdagangan terutama disumbang oleh sektor migas, namun secara kinerja defisit tersebut sebenarnya disumbang oleh anjloknya surplus sektor non-migas.Pada tahun 2017, surplus non-migas masih menyumbang angka US$20,4 miliar.

Tapi,pada tahun 2018 angkanya anjlok tinggal US$3,8miliar. Artinya, ada penurunan surplus sebesar US$16,6 miliar. Di sisi lain, kenaikan defisit yang terjadi di sektor migas sebenarnya relatif kecil, hanya naik US$3,9 miliar.Jadi, melonjaknya defisit neraca perdagangan sepanjang bulan April kemarin sebenarnya disumbang oleh anjloknya kinerja sektor non-migas. Ungkap Fadli

"Dalam catatan saya, pada 2018 ekspor non-migas tumbuh sebesar 6,2 persen, tapi impornya tumbuh sebesar 19,7 persen.Di sisi lain, meskipun impor migas pada 2018 tumbuh 22,6 persen, lebih besar tapi sektor non-migas, namun ekspor sektor migas lebih tinggi dari non-migas, yaitu mencapai 10,1 persen.Inilah yang menjelaskan kenapa surplus neraca perdagangan non-migas anjlok cukup tajam, sehingga defisit neraca perdagangan kita secara keseluruhan jadi mencatatkan rekor terburuk sepanjang sejarah. Jika tren ini terus berlanjut, saya kira defisit akan kian melebar." Ujar Fadli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun