Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Saputra
Muhammad Iqbal Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Never lost hope, because it is the key to achieve all your dreams

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tahun Politik Semakin Memanas, Akankah Agama Dijadikan Alat Politik ?

10 Mei 2023   12:03 Diperbarui: 11 Mei 2023   20:21 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun pemilu semakin dekat membuat isu perpolitikan di negeri ini semakin panas dengan kehadiranya. Jelang setahun sebelum pemilu saja sudah digemburkan dengan berbagai berita mengenai perpolitikan. Hal ini lantaran tak lain dan tak bukan untuk menggaet masa sebanyak-banyak dalam upaya memenangkan para pemimpin nantinya. Di berbagai media sosial sudah dipenuhi dengan berbagai isu terkini terkait politik. Namun tak jarang pula kita jumpai pemberitaan politik tersebut banyak disampaikan pesan-pesan Agama yang coba disisipi guna mementingkan suatu kepentingan.

Semakin dekatnya tahun pemilu menjadikan agama dan politik menjadi tidak terpisahkan, sebagai satu kesatuan yang sulit dipisahkan satu sama lain. Keduanya aktif dalam bersaing mempengaruhi satu sama lain, dan keduanya memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda. Bentrokan antara agama dan politik sudah tidak terbendung lagi pada masa perpolitikan dewasa ini.

Sejarah mencatat jejak panjang antara korelasi agama dijadikan sebagai alat politik guna memperjuangkan serta memenangkan kepentingan para pemangku politik semata. Di tahun 2024 nanti menjadi puncak momentum pemilu pergantian presiden baru. Tak jarang sudah kita jumpai upaya perpolitikan yang coba diusung saat ini. Mulai dari peperangan antar kubu serta revival setiap netizen untuk meyakinkan banyak orang pilihannya lah yang tepat. Dari sekian banyak percekcokan yang ada, tak jarang agama dimasukan sebagai upaya menguatkan setiap kubunya.

Sayangnya fakta yang terjadi agama telah dijadikan sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan atau mencapai tujuan politik tertentu. Ini dapat terjadi ketika kelompok atau partai politik menggunakan pandangan agama sebagai platform politik mereka, bahkan jika tidak sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai agama yang sebenarnya. Dalam beberapa kasus, partai politik mungkin juga mencoba untuk memanipulasi opini publik dengan menggunakan isu-isu agama untuk memecah belah masyarakat dan memenangkan dukungan politik. Peperangan yang sering terjadi bahkan memunculkan istilah-istilah penamaan baru sering kita jumpai di media sosial seperti istilah cebong, kampret, BuzzerRp, hingga kadrun.

Isu politisasi agama ini terjadi ketika agama digunakan untuk mencapai tujuan politik tertentu. Hal ini dapat terjadi ketika partai politik atau kelompok politik memanfaatkan narasi agama atau isu-isu agama untuk memperoleh dukungan politik atau memecah belah masyarakat. Ini dapat memperdalam perpecahan dan konflik sosial serta membahayakan kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Selain itu, politisasi agama juga dapat menghambat perkembangan demokrasi dan memperlemah institusi negara.

Dalam konteks saat ini, sulit untuk memisahkan antara agama dan politik karena keduanya terlihat sebagai sebuah kesatuan. Keduanya saling mempengaruhi dan terkadang bertarik menarik untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Namun, kita harus mempertimbangkan risiko-risiko yang muncul jika agama dimainkan demi kekuasaan. Risiko minimal yang mungkin terjadi adalah melemahnya kontrol. Dalam demokrasi, kritik dan keraguan dari masyarakat terhadap pemimpin sangat penting. Jika orang yang berkuasa tidak dikritik, maka segala urusan bisa rusak.

Pada saat memainkan isu agama demi kekuasaan, terdapat risiko lain yaitu terjadinya tensi politik yang berkepanjangan. Biasanya, pendukung dari pihak yang menang akan cenderung mengabaikan kritik dari pihak yang kalah. Padahal, dalam sistem demokrasi, kritik sangatlah penting untuk menjaga kontrol dan memperbaiki kebijakan pemerintah. Namun, terkadang orang yang mengkritik seringkali ditanya mengenai solusinya. Padahal, demokrasi tidak menuntut rakyat untuk mencari solusi, melainkan membutuhkan kritik. Solusi haruslah dipikirkan oleh para pemimpin yang telah dipilih.

Penggunaan agama sebagai alat politik dapat berdampak negatif pada masyarakat. Hal ini dapat memperdalam perpecahan dan konflik sosial serta membahayakan kebebasan beragama dan hak asasi manusia. penting bagi pemerintah, partai politik, dan masyarakat untuk memastikan bahwa agama tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik yang tidak sejalan dengan nilai-nilai agama yang sebenarnya. Terlebih lagi banyak partai politik maupun pendukung setiap paslon berupaya menonjolkan kelebihan serta superoritas masing-masing melalui agama. Tak jarang pula unsur SARA dikedepankan untuk saling menjatuhkan.

Agama disini menjadi dipertanyakan nilai-nilai serta eksistensinya sebagai unsur yang punya pengaruh bagi kepentingan perpolitikan di negeri ini. Sehingga kita semua perlulah menahan diri dari perpecahan karena atas nama politik dan agama ini. Sehingga perlu sikap kritis dalam menaungi perpecahan politik atas dasar agama ini.

Pentingnya Sikap Kritis Dalam Menaungi Politisasi Agama

Sikap kritis selalu digaungkan setiap kali kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan kompleks yang datang. Sikap kritis ini berupaya untuk memverifikasi ulang berbagai informasi yang kita terima terkait politisasi agama. Di sini kita dapat melihat secara jernih apakah kubu A atau kubu B yang mencoba untuk menggiring opini dengan agama, terutama mengunggulkan serta memenuhi kepentingan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun