Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Noor
Muhammad Ilham Noor Mohon Tunggu... Guru - Guru paruh waktu

strive for your dreams

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia dalam Kostum (1)

27 Desember 2020   19:48 Diperbarui: 27 Desember 2020   19:55 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mencoba sedikit merayu bapak agar membuatnya senang. Meskipun aku mencoba merayu, tapi apa yang aku katakan adalah benar. Pertama, bapak adalah jawara didesaku. 

Sebut saja nama bapak, maka preman paling seram sekalipun akan berubah layaknya anak kecil. Nama bapak sangat terkenal didesaku bahkan kemahsyurannya terdengar sampai ke desa tetangga, jadi tidak heran kalau teman-teman sebayaku sangat ingin melihat bapak secara langsung. 

Kedua, Ibu adalah pengendara sepeda motor yang sangat berhati-hati. Jika didunia ini ada kompetisi balapan sepeda motor dengan kategori kecepatan tidak melebihi 30 Km/jam. Maka dapat aku pastikan, ibu akan menjadi juara dunianya.

Pagi ini, seperti biasanya, Ibu selalu bangun lebih dahulu diantara penghuni rumah lainnya. Bahkan saat si jago, ayam milikku, belum berkokok. Ibu sudah mulai menyiapkan segala kebutuhan untuk aku dan bapak. 

Permintaan jahitan di toko tempat ibu bekerja sedang banyak-banyaknya, puluhan kodi kain harus ibu dan rekan kerjanya selesaikan dalam beberapa minggu ini. Perihal permintaan jahitan ini, pagi sekali ibu sudah berangkat ke tempat kerjanya, meninggalkan aku dan bapak di rumah. 

"Baiklah nak, hanya untuk hari ini saja bapak menemanimu" balas bapak cepat sambil meraih kunci untuk membuka garasi. Aku dapat melihat rasa kesal bapak yang sedikit berkurang, manjur juga rayuanku.

Sebenarnya ini adalah kali ketiga aku meminta bapak. Dan tidak bisa tidak, hari ini bapak harus menemaniku. Sejak kemarin, sepanjang hari aku tidak berbicara dengan bapak. Ini aku lakukan sebagai bentuk upaya agar bapak bersedia melakukannya. 

Jika ingin berbicara kepada bapak, aku meminta ibu sebagai perantara untuk mengatakannya. Maka jadilah Ibu seperti petugas pengantar pesan yang sangat sibuk menerima orderan. Menyampaikan ucapanku kepada bapak dan sebaliknya.

Tapi sayangnya, peran petugas pengantar pesan ini tidak bertahan lama. Saat ibu yang sedang mengatakan "pesan" kepada bapak mulai terlihat kesal. Maka tanpa harus menunggu komando, aku dan bapak langsung sepakat untuk berdamai dan berperilaku seperti biasanya. 

Jika ibu marah, maka selesailah sudah. Aku dan bapak paham sekali apa yang akan terjadi jika ibu marah, telinga dan perut kami akan menjadi korban utamanya. 

Untungnya, untuk menunjukkan kepada ibu bahwa kami betul-betul berdamai, bapak mengatakan bersedia untuk menemaniku ke sekolah. Pilihan yang tepat. Seketika wajah ibu berubah seperti semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun