Mohon tunggu...
Muhammad Ihza
Muhammad Ihza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Pemula

Tulisan pribadi yang tidak begitu tersusun rapi dengan harapan lahir pemikiran dan ide yang penuh inovasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Musibah Banjir Bandang NTT, Ihza: Adakah "Gelitik" Rasa Kemanusiaan dari Hati Kita?

6 April 2021   07:52 Diperbarui: 6 April 2021   08:03 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir bandang Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hingga kini tak kunjung reda. Hingga Senin (5/4/2021) malam dikabarkan oleh Josef Nae Soi selaku Wakil Gubernur NTT terdapat 84 orang meninggal dunia, 71 hilang entah kemana, 15 orang luka - luka, dan 2.655 jiwa mengungsi. Inilah hasil data yang penulis kutip dari BNPB, mereka juga mendata adanya 25 rumah rusak berat dari 743 rumah yang terdampak. Selain itu, BNPB juga melaporkan 5 jembatan putus, 40 titik akses jalan tertutup pohon tumbang, 1 fasilitas umum rusak, dan 1 kapal tenggelam (cnnindonesia.com).

Tak baik rasanya jika membandingkan kejadian di Kalimantan Selatan (Kalsel)  dengan yang terjadi di NTT, tetapi penulis mencoba ingin menyampaikan bahwa hal ini memang bukan peristiwa biasa. Teringat kejadian di Kalsel yang membuat masyarakat tak tenang selama 2 minggu, dan atau bahkan ada yang 4 minggu bahkan lebih dari itu. Berbagai macam keluh kesah masyarakat yang mereka sampaikan secara langsung kepada para relawan yang bertugas di lapangan dan mungkin yang mereka tulis lewat sosial media. Tentu semua merasa menjadi korban, tapi hampir terlihat adanya rasa hilang atas nilai kemanusiaan manakala ada bantuan sosial yang dihilangkan atau dinikmati sendiri.

Kembali mengingat hari pertama penulis survei di satu daerah di Kelurahan Sungai Andai, Kecamatan Banjarmasin Utara, terdapat salah satu keluarga yang begitu kesulitan tak punya tempat mengungsi hingga harus tidur diatas meja karena rumahnya tenggelam setinggi lutut pria dewasa. Penulis mencoba memulai percakapan ringan untuk mendengar suara hati sang suami yakni tulang punggung dari 1 istri dan 7 anak itu. Mereka mengaku tak punya uang tak apa - apa asalkan ada jaminan makanan dari para orang baik diluar sana. Teriris hati mendengar keluh kesahnya, hingga syukur alhamdulillah mereka mendapat bantuan dari para relawan.

Para pembaca yang budiman, jika anda termasuk korban yang merasakan betapa tidak nyamannya kebanjiran di Banjarmasin dan sekitarnya dalam waktu yang cukup lama. Coba kita renungi kembali bagaimana nasib saudara - saudara kita yang ada di NTT dan sekitarnya. Akun @kokbisa di instagramnya menuliskan dalam postingan yang menarik mengatakan bahwa terjadi angin kencang hingga 85km/jam, yang mana faktanya angin dengan kecepatan 65km/jam saja mampu mematahkan cabang pohon.

Para pembaca yang budiman, jika anda termasuk relawan yang bekerja keras memikirkan solusi untuk banjir Kalsel atau sebagai tenaga yang bergerak membantu para korban, tentu anda sangat mengerti bagaimana situasi yang terjadi di NTT hari ini.

Maka jika saat itu kita merasakan galaunya akibat banjir berkelanjutan yang dialami, apakah hari ini hati kita "tergelitik" untuk membantu saudara kita sebangsa setanah air yang merasakan musibah banjir bandang yang dikatakan airnya begitu deras tak berhenti?

Jika tak sedikitpun beban kemanusiaan ini dirasakan oleh penulis dan para pembaca, maka sepertinya kita perlu introspeksi diri, apakah masih ada rasa kemanusiaan atau keimanan yang tertancap dalam hati?

MARI KITA BANTU SAUDARA KITA YANG MEMBUTUHKAN ULURAN TANGAN KITA!

Penulis : Muhammad Ihza

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun