Mohon tunggu...
Muhammad hatta Abdan
Muhammad hatta Abdan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Hatta Abdan

FB : Muhammad Hatta IG : mhattaabdan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Pelipur yang Lara

3 Juli 2022   00:17 Diperbarui: 3 Juli 2022   00:23 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Muhammad Hatta

Sepanjang hari disebuah gubuk tak berpenghuni, ia mengurung diri bersama derita dan juga cerita yang berakhir tragis dengan isak tangis. Seseorang yang ia hibur siang malam kini hilang dipanggil Tuhan dengan waktu yang demikian cepat. 

Kini ia telah sendiri, tidak ada lagi yang menemani. Hanya harap dan doa yang ia tekuni untuk menenangkan hati. Air terjun dan deras air sungai yang menjadi tempat bagi dia untuk menghibur sang gadis pun, kini sunyi tinggal bunyi-bunyi tawa yang tersisa sedikit dibalik kerikil-kerikil yang terhampar luas dibibir sungai.

Bunga-bunga harum yang selalu mekar dihalaman gubuk, kini telah layu seiring waktu yang kian laju. Kepergiannya adalah tragedi dan tangisan disekitarnya, apalagi bagi sang Pelipur. Semagat untuk menyambut pagi dan menikmati senja sore pun sudah tak terlihat lagi. Ia terkurung dan murung disepanjang hari tanpa ditemani oleh siapa pun.

Ketika malam menjelang ia keluar lalu hanya duduk di teras gubuk, sembari menggenggam sepotong kain merah pemberian si gadis yang selalu ia hibur. Hanya itu kenagan yang berupa benda, sisanya adalah cerita dan kenagan yang selalu menyertai waktu, hari, dan segala yang dijalani di kala lalu.

Menatap bulan dengan tatapan tajam, ia genggam kain merah itu dengan erat lalu menciumnya dengan pasrah. Malam itu suasana makin kelam saat awan malam bergerak menutupi bulan, langit seakan berputar mengarungi sesosok jiwa yang makin rapuh. Ia merunduk diikuti air mata yang jatuh perlahan, tangisnya tak bersuara, tapi sakitnya tak terkira.

Sepanjang hari, seiring malam dan siang yang terus berganti. Ia mencoba untuk berusaha melupakan dan merelakan segala yang telah berlalu dan pergi. Tepat disuatu malam paling damai disaat hujan turun menguyur bunga-bunga disekitar gubuk, ia keluar dengan segenap kekuatan, melangkah menuju teras dengan kain merah yang ia pegang di malam yang kemarin. Kemudian kedua tangannya ia angkat tepat disetiap tetesan air hujan yang mengalir, lalu doanya untuk sang gadis ia lantunkan dengan suara lirih. Amin darinya pun terucap mengakhiri doa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun