Mohon tunggu...
Muhammad hatta Abdan
Muhammad hatta Abdan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Hatta Abdan

FB : Muhammad Hatta IG : mhattaabdan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku, Kau, dan Lalayon

14 Mei 2022   22:16 Diperbarui: 14 Mei 2022   22:28 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku, Kau, dan Lalayon

Saat laut Halmahera minyow tanpa ombak
Saat duka dan balisa diujung kampung pecah membunuh keheningan, saat itulah kau dan aku menikmati lalayon sebagai penyembuh luka dan duka diatas laut tanpa layar.

Biolanya mengema dari tangan seorang tete, lalu kau dan aku diam menghayati, merenungi, dan menikmati. Hingga di suatu syair paling syahdu, kau dan aku tengelam bersama-sama dengan gaya setengah jongkok tanda yorah menikmati lalayon.

Saling tatap dan menatap diantara kita tak pernah lari,
Lengso mu kau goyang ke udara hingga melayang
Sementara aku, mencoba meminta tabea ingin menjemput mu menikmati lalayon bersama-sama.

Aku maju dengan yorah, dengan tangan terbuka Seperti burung Elang yang mengepakkan sayap. menuju mu yang diam ditempat dengan terus menari dan melirik.

Kau menunggu dengan manja, dengan wajah malu-malu yang juga di hiasi dengan senyum. Aku maju dan mengambil tangan mu, lalu kita sama-sama yoroh dengan tatapan mata yang malahirkan cinta.

Bersama terus menari, membawa mu mengelilingi pangung dengan romantisme yang bikin orang-orang Baper. Genggaman tangan menjaga lengso diantara kita tak pernah lepas, detak jantung semakin cepat saat kita terlalu dekat memulai fariasi.

Konde dua dan kebaya mu ku jaga dengan cinta, dengan syair-syair lalayon yang menenggelamkan. Kemudian kau ku hantar Kemabli ke tempat semula, awal pertama kita memulai. Lalu aku pun pulang.

Aku pulang membawa sebungkus kotak senyum yang ku peluk erat, merawat dan menjaganya dengan ketat didalam kain merah yang ku ikat kuat di kepala.

Pulang  dengan iringan tarian lalayon yang terus mengema, hingga diakhir saat hampir selesai, aku mendengar sepangal syair terkahir dari kabata-kabata lalayon, "Gebe dulu baru Patani tanya dulu baru pacaran". Teriakan dan tepuk tangan pun pecah dibawa pangung, didalam tenda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun