Mohon tunggu...
Muhammad Harkim Novridho
Muhammad Harkim Novridho Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

[Opini] Epistemologi Eksistensi LGBT dalam Kontradiktif Agama serta Budaya di Indonesia

7 Juni 2022   10:37 Diperbarui: 7 Juni 2022   10:44 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: CNBC Indonesia

Menjadi seorang LGBT ataupun tidak merupakan suatu pilihan serta hak bagi setiap individu yang hidup. Oleh karena itu, dukungan tersebut menjadikan kaum LGBT seolah memiliki kekuatan untuk mendapatkan legitimasi dalam masyarakat.

Hal ini lah yang kemudian mengundang banyak pertentangan yang sangat kuat di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi nilai norma atau aturan berdasarkan pada hukum etika yang terikat dalam agama maupun budaya. 

Jika dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Wahid Fondation pada bulan Maret-April 2016, LGBT menduduki posisi pertama dengan persentase 26,1% sebagai sepuluh kelompok yang paling tidak disukai di Indonesia. 

Faktor kuat yang melandasi penolakan keberadaan kaum ini di Indonesia adalah karena dianggap menyalahi kepantasan sosial yang telah disepakati oleh masyarakat berdasarkan hukum agama maupun budaya. Seperti yang kita ketahui bersama Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas memeluk agama dan menjunjung tinggi budaya ketimurannya.

Mayoritas umat beragama dan berbudaya di Indonesia akan menjadikan pemuka agama dan pemuka adatnya sebagai authoritarisme kebenaran. Sehingga, ketika pemuka agama maupun pemuka adat di Indonesia sepakat untuk menolak dengan tegas keberadaan kaum LGBT dan menganggap mereka sebagai kaum yang menyimpang, maka kemudian hal inilah yang menjadi landasan masyarakat  Indonesia dalam menolak keberadaannya. 

Adanya larangan melakukan LGBT oleh sebagian besar pemuka agama di Indonesia salah-satunya di dasari oleh teks kitab suci. Dalam Islam, yang menjadi rujukan utama penolakan kaum ini tertuang pada surah An-Naml ayat 54-58 dan Al-A'raf ayat 80-81. Dalam Kristen, surah yang menjadi rujukan penolakannya terdapat pada Kejadian 1:27, 28, Imamat 18:22, Amsal 5:18 dan masih banyak lainnya. 

Dalam Hindu, yang menjadi rujukan penolakan terdapat pada Rgveda X.85.42 dan Manawa Dharma Sastra IX, 96. Dalam Buddha, terdapat pada Pancasila sila ke-3. Metode pengetahuan jenis ini dalam Islam dikenal dengan nama bayani atau dalam kebenaran semantik berada pada kebenaran tekstual-gramatikal, yang mengutamakan otoritas teks sebagai sumber pengetahuan.

Oleh karena itu, meskipun kaum LGBT mendapatkan dukungan dari beberapa pihak yang dianggap memiliki argumentasi lebih rasional, yang mana berdasarkan dalih kebebasan hak setiap manusia. 

Namun tetap saja eksistensinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia tidak dapat dipaksakan begitu saja. Masyarakat Indonesia yang juga menjunjung tinggi kebebasan, namun kebebasan di Indonesia diikat oleh nilai-nilai kebenaran etik. Kebenaran etik memiliki peran yang sangat besar hingga mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sendiri. 

Sehingga, Masyarakat Indonesia akan cenderung menolak, jika terdapat anggota masyarakatnya yang di anggap menyalahi kepantasan sosial yang telah disepakati bersama tersebut. Kebenaran jenis ini biasanya dipengaruhi oleh faktor hukum etika yang ada dalam agama maupun budaya yang berlaku. 

Hukum etika dan agama tersebut kemudian dijelaskan oleh pemuka agama maupun pemuka adat yang dinilai memiliki authoritarisme kebenaran, dan yang menjadi sumber rujukan pengetahuan para pemuka agama tersebut ialah didasari oleh teks-teks yang tertuang pada kitab suci, atau dalam Islam sumber pengetahuan jenis ini dikenal dengan nama metode bayani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun