Masih ingatkah anda dengan perhelatan opening ceremony dan laga pembuka Piala Dunia 2022 minggu (20 November 2022) lalu, superter Jepang kompak membersihkan tribun stadion dari sampah. Saat itu superter dari berbagai tim kontestan hadir di AlBayt Stadium untuk menyaksikan upacara pembukaan Piala Dunia 2022, setelahnya ada pertandingan laga Qatar vs Ekuador.
Setelah perhelatan berakhir, disaat mayoritas penonton meninggalkan stadion, suporter jepang tetap bertahan dan membersihkan sampah yang berserakan di tribun stadion. Dengan berbekal plastik besar warna biru, mereka memunguti sampah-sampah itu. Bukan kali itu saja, saat piala dunia di Rusia 2018 demikian juga.
Jika dikaitkan dengan fenomena masyarakat Indonesia hari ini, kita bisa dilihat di sekeliling kita, meski di kota-kota atau di sekeliling kita sudah terlihat bersih, tapi masih jauh dari harapan. Kita masih berharap dengan petugas kebersihan untuk memungut sampah, kita masih berharap ada uluran pemerintah untuk mengangkat warga menjadi petugas kebersihan.
Empat puluh tahun silam, kala itu kalo ingin mau makan udang, tinggal terjun ke parit, mencari lubang-lubang kecil kita bisa menangkap ikan dengan mudah. Kita menjaga alam, dan alam menjaga kita..hari ini sungai-sungai tercemar dengan sampah. Apalagi sampah plastik jika terjerat dan termakan oleh ikan-ikan. Ikan-ikan itu akan mati dan punah.
Karakter dan pola pembiasaan
Adakah pendidikan di sekolah yang salah, mari kita runut dan bahas ini. Pendidikan karakter sekitar tiga tahun terakhir sebelum pandemi telah ada, seperti pola pembiasaan disekolah. Dari 5S, sapa, senyum, salam, sopan dan santun. kegiatan-kegiatan keagamaan, ada kantin kejujuran, sekolah sehat, membuang sampah pada tempatnya, terus  digalakkan di sekolah-sekolah. Namun hendaknya harus menjadi pembiasaan yang melekat pada diri anakm artinya menjadi sikap dan perilaku yang relatif tetap menetap melalui proses yang berulang-ulang.Â
Ada daya gerak, daya hidup dan daya dorong dari dalam diri yang berisi nilai-nilai moral yang tertanam, maka akan berwujud pada pemikiran sikap dan perilaku sehari-hari. Jadi artinya karakter itu harus melibatkan aspek pengetahuan, rasa dan tindakannya, sehingga menghasilkan keseimbangan. Dan karakter yang tertanam tersebut akan bisa berdampak baik terhadap perilaku orang sekitarnya.
Lingkungan mempengaruhi
Keluarga menjadi akar paling utama, karena interaksi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga. Maka penanaman karakter sebaiknya diterapkan sejak kecil, karena masa kecil adalah masa paling ideal menanamkan pondasi kemampuan fisk, bahasa, emosi, moralitas terutama nilai-nilai agama. Anak akan mendapatkan rangsangan positif jika ada lingkungan positif di sekelilingnya. Maka peran orang disekelilingnya, terutama orang tua dan masyarakat  bagaimana menggalakkan nilai-nilai karakter itu sendiri.
Sekolah sebagai lembaga formal tentu punya tanggung jawab lebih. Guru harus mampu merancang pembelajaran di kelas  dengan baik, mengenali siswa satu demi satu, menumbuhkan sikap positif, melaksanakan program-program yang membangkitkan motivasi, berkolaborasi dan bertransformasi ke arah lebih baik, dan tentu guru harus menyusun metode dan strategi yang tepat sesuai kebutuhan anak hari ini.Â
Guru harus mengevaluasi ulang, dimana letak kelebihan dan kelemahan yang dialaminya dalam pembelajaran. Karakter tidak serta merta dalam proses pembelajaran saja, tetapi harus menjadi pola kehidupan yang baik dan terintegrasi dalam semua mata pelajaran dan harus dilakukan berulang-ulang, agar terbiasa dan menjadi pembiasaan anak sehari-hari, tidak mutlak di sekolah, tetapi di kehidupannya sehari-hari.