Mohon tunggu...
Muhammad Haekal
Muhammad Haekal Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Yuni" dan Suara Perempuan yang Harus Didengar

8 Januari 2022   21:03 Diperbarui: 16 Januari 2022   00:14 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film Yuni adalah film karya dari Kamila Andini yang diproduksi bersama Fourcolours Films. Sebelum membuat film Yuni, Kamila Andini pernah beberapa kali menyutradarai yang berjudul The Mirror Never Lies (2011) dan The Seen and the Unseen (2017).

Kali ini menciptkan film yang bercerita tentang seorang remaja perempuan yang memiliki mimpi namun harus terhenti karena belenggu sistem partriarki yang tumbuh subur di negeri ini.  Sinopsis dari film Yuni (Arawinda Kirana) seorang gadis pntar dan mempunyai mimpi yang sangat besar. Impiannya ingin bisa kuliah setinggi-tingginya. Suatu hari, Yuni dilamar oleh seorang pra yang tidak dikenali. Ia menolak lamaran tersebut dan menjadi bahan pembicaraan orang-orang disekitarnya. Lamaran kedua pun datang, Yuni masih menolak dan lebih mementingkan untuk menggapai cita-citanya. Namun, sebuah mitos menghantunya yang dimana jika seorang perempuan menolak dua kali lamaran, dia tidak akan pernah menikah selama-lamanya. Menghadapi semua tekanan yang terjadi dalam hidupnya, membuat Yuni harus berhadapan dengan Yoga (Kevin Ardilova), teman semasa kecilnya yang pemalu, serta Pak Damar (Dimas Aditya), guru sastra favoritnya di sekolah. ).

"Yuni" menjadi film debut perdana aktris pendatang baru, Arawinda Kirana dan ia berhasil menyabet Piala Citra 2021 untuk Pemeran Utama Perempuan Terbaik .

Film Yuni memenangkan banyak penghargaan bergengsi, di antaranya Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021, Piala Citra untuk Kategori Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Silver Hanoman di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2021, dan masih banyak lagi prestasi terbaik lainnya. Baru-baru ini "Yuni" berhasil terseleksi di Palm Spring International Film Festival dan menjadi perwakilan Indonesia dalam ajang Piala Oscar.

Tidak heran bahwa film Yuni dapat menyabet banyak penghargaan. Dalam film banyak sekali terpotret kebiasaan masyarakat yang secara tidak langsung menekan posisi perempuan. Bagaimana seorang perempuan harus tunduk dan hampir tidak bisa mengekspresikan pemikiran tentang apa yang dia mau untuk hidupnya. Seakan terbiasa dan menempatkan perempuan sebagai seseorang yang tak berdaya. Sangat miris ketika hal ini nyatanya masih sering dijumpai di lingkungan sekitar. Masyarakat seolah acuh dan menggampangkan urusan tersebut.

Peraturan-peraturan tak tertulis yang lekat dalam keseharian seperti "Jangan duduk depan pintu, nanti sulit dapat jodoh" atau "Kalau lamaran itu gak boleh ditolak 2 kali, nanti jauh dari jodoh" juga ikut ditampilkan. Selain itu, pernikahan di usia dini juga menjadi sorotan dalam film ini. Pernikahan dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah ekonomi. Tentu saja kita tidak buta, karena kenyataan yang diberikan oleh "Yuni" yang berkaitan dengan perempuan masih dipegang oleh sebagian kelompok masyarakat.

Tak hanya itu, dialog para tokoh yang menggunakan bahasa daerah Jawa Serang juga membuat film ini terlihat semakin melokal,  pertama film yang menggunakan bahasa Jawa Serang dan, membuat penonton dapat melihat secara nyata bahwa apa yang terjadi pada Yuni juga terjadi di Indonesia, terjadi disekeliling kita . Selain itu, warna ungu yang ditonjolkan dalam film memiliki makna bermartabat serta kebijaksanaan yang sesuai dengan karakter Yuni. Warna ungu dilambangkan sebagai identitas dari perjuangan perempuan. Lebih tepatnya, menggambarkan sosok Yuni dengan perjuangannya sebagai perempuan yang kehilangan hak-haknya karena tradisi dan patriarki.

Bisa dibilang, film "Yuni" adalah bentuk perwakilan suara perempuan yang ingin merdeka secara utuh. Menjadi gebrakan baru bahwa seharusnya tidak menempatkan perempuan pada posisi yang lemah. Perempuan berhak mendapatkan kedudukan dan kesempatan yang sama seperti laki-laki. Hal ini dipertebal dengan statement sutradara "Yuni, Kamila Andini, bahwa ia menempatkan film sebagai medium untuk mendengar dan membebaskan suara-suara di luar sana yang perlu didengar.

Muhammad Haekal

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun