Mohon tunggu...
muhammad farhan
muhammad farhan Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pelajar

Muhammad Farhan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Antara Rasa Cemas dan Gemas

25 Desember 2022   08:42 Diperbarui: 25 Desember 2022   08:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopi yang telah diseduh tidak terasa sudah dingin seperti suhu di luar rumah. Desakan pikiran untuk bekerja keras dalam mencari solusi atas kecemasan menjadi pelaku tidak diminumnya kopi hangat. Sesekali rasa gemas terhadap diri menyeruak. Sesekali rasa cemas memuncak. Terkadang keduanya meledak bersama. Yang seringkali terjadi adalah keduanya bergantian hadir. Mereka telah menjadi teman bagi seorang anak yang cita-cita masa kecilnya hangus digerus realitas kehidupan masa dewasa awal yang tidak menentu. Hati dan pikiran sering berkelahi belakangan ini. Hati menuntut ketentraman dan pikiran menuntut kedisiplinan. Di antara keduanya ada rasa tidak nyaman yang menjadi pemicu pertengkaran. Dewasa awal seolah berupa gerbang dunia kebingungan hidup bagi semua insan.

            Pemuda zaman sekarang seperti anak ayam yang dilepaskan ke luar kandang. Wujudnya yang menggemaskan disukai banyak orang. Fisiknya yang yang kecil mengundang empati banyak insan. Suaranya yang melengking digemari banyak peminat. Akan tetapi, semua kelebihan itu tidak menjamin nasib pribadi. Walaupun bergelimang status dan posisi sosial, hatinya selalu dirundung mendung. Hujan air mata selalu membasahi bantal dan tempat tidur. Hidupnya berada dalam paradoks.

            Seorang teman pernah bertanya, "Apakah hal serupa ini dialami juga oleh generasi orang tua kita?". Tiada yang tahu jawabannya sebelum kita tanyai hal ini langsung kepada generasi yang bersangkutan. Sedikit teman yang terbuka akan hal ini kepada orang tuanya. Beberapa teman yang berkepribadian periang, secara tiba-tiba berubah menjadi seorang pemurung dan pemdiam belakangan ini. kami terasa sedang diserang wabah kejiwaan. Kehidupan yang berjalan biasa saja idak dapat menentramkan otak kami yang semakin berisik memikirkan masa depan yang masih terlihat abu-abu. Beberapa teman kami yang lain otaknya sibuk menyesali masa lalu. Aktivitasnya sehari-hari hanya merenung dan memikirkan masa remaja ang digunakan hanya untuk mencari kesenangan sesaat. Beberapanya lagi lebih parah. Mereka berlarut-larut menyesali masa lalu yang telah usang sekaligus merenungi masa depan yang gelap. Mati seolah sudah menjadi pilihan untuk diambil. Namun, itu tidak berani kami ambil. Kesenangan hidup masih ingin kami rasakan di tengah gelapnya pandangan kami.

            Sebenarnya, perasaan demikian tidak melekat terus-menerus. Perasaan demikian seperti ombak. Ombak yang menghampiri kaki ketka berdiri di bibir pantai. Ia menyentuh kaki sesaat. Ia datang lalu pergi. Sesekali kami merasa bahwa ia akan menetap selamanya dan penyiksaan jiwa pun dimulai.

            Semua itu menggugah pikiran dan mendarkan diri bahwa memiliki kedisiplinan pribadi untuk mencapai cita-cita adalah penting. Perkelahian antara rasa cemas dan rasa gemas akan tererai oleh sikap disiplin dalam menjalani aktivitas harian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun