Mohon tunggu...
muhammad farhan
muhammad farhan Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pelajar

Muhammad Farhan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tujuan Pendidikan

28 November 2021   13:01 Diperbarui: 28 November 2021   13:18 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada siang yang panas, seorang teman ayah saya marah-marah. Beliau mempertanyakan kelanjutan studi saya. Perbincangan yang sedap itu semakin menambah rasa manis dalam panasnya siang. Mengapa beliau marah-marah? Saya akan menjawabnya secara perlahan. Sementara beliau asyik berbincang dengan ayah saya, pedagang-pedagang lain asyik menjajakan dagangannya. Perbincangan itu terjadi di pasar.

            Mereka berbincang di warung pojok. Teman ayah saya itu pada awalnya tidak marah-marah. Beliau berdua memulai perbincangan dengan saling bertukar kabar. Seiring berjalannya perbincangan, teman ayah merasa resah. Beliau terheran-heran karena saya melanjutkan studi ke jurusan bahasa dan sastra Indonesia.

            "Anak saya kuliah di prodi bahasa dan sastra Indonesia." jawab ayah ketika ditanya mengenai kabar saya.

            "Anak itu ada-ada saja ya. Susah cari kerja nanti! Lebih realistis kalau kuliah di jurusan teknik! Aneh emang itu anak." kata teman ayah ketika mendengar jawaban ayah.

            Walaupun sempat menegang, suasana perbincangan di warung pojok itu perlahan tenang, bahkan mereka sempat tertawa terbahak-bahak berkali-kali. Demikianlah bapak-bapak.

            Saya mengetahui perbincangan tersebut dari ibu saya. Ibu menceritakan perbincangan di warung pojok itu kepada saya via telepon. Pada saat kami berbicara via telepon, ibu menceritakan dengan detail perbincangan warung pojok itu. Ibu bilang bahwa pada awalnya ayah tidak terpengaruh. Akan tetapi, setelah beberapa hari, ayah terpengaruh. Ayah turut mempertanyakan keputusan saya untuk melanjutkan studi di jurusan yang prospek kerja lulusannya kecil.

            Keesokan harinya, ayah menelpon saya. Kami berbincang-bincang seperti biasa. Pada awalnya, saya pikir ayah tidak akan mengungkapkan keresahannya, tetapi akhirnya beliau pun mengungkapkannya. Ayah menanyakan pekerjaan apa yang akan saya terima ketika sudah lulus kelak. Ya, pekerjaan. Pada akhirnya ayah terpengaruh oleh temannya itu.

            Pada saat itu juga saya menjelaskan prospek kerja lulusan bahasa dan sastra Indonesia. Seolah ayah hanya mengangguk selama saya menjelaskan. Saya bilang bahwa lulusan bahasa, secara umum, dapat bekerja di penerbitan, kantor bahasa, lembaga pendidikan tinggi, dan seringkali dipanggil ke pengadilan sebagai saksi ahli. Salah satu dosen saya telah menjadi langganan polisi ketika menangani kasus yang berhubungan dengan bahasa. Bayarannya pun tidak sedikit untuk satu kasus. Ada pula dosen yang menjadi sastrawan. Akan tetapi, sebagian besar lulusan jurusan bahasa dan sastra indonesia tidak bekerja di bidangnya. Kakak-kakak tingkat kami yang telah wisuda tidak bekerja sebagai editor, guru, dosen, kritikus, peneliti, ataupun pegawai di kantor bahasa. Nilai jual kami di pasaran memang kecil.

            Setelah selesai menjelaskan, seolah ayah hanya mengangguk. Mungkin ayah sadar bahwa ternyata omongan temannya itu benar, tetapi anaknya lebih benar. Sesaat sebelum kami saling berucap salam, ayah menasihati saya untuk tidak perlu memikirkan komentar orang-orang.

            Pengalaman tersebut menggugah pikiran saya untuk menelisik tujuan pendidikan. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah pekerjaan. Jadi, kesuksesan pendidikan seseorang dinilai dari kesuksesannya mendapat pekerjaan (dengan gaji besar). Apalah guna seorang anak yang dibiayai orang tuanya untuk kuliah jika setelah lulus dia sulit mendapatkan pekerjaan? Adalah anak yang berbakti jika dia mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah! Katanya begitu.

            Mungkin karena sakit hati, saya tidak sepakat dengan pendapat itu. Seolah kuliah hanya merupakan media untuk mencari uang. Namun, saya pun tidak ragu untuk menyatakan bahwa pendapat di atas ada benarnya. Jadi, mari ambil jalan tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun