Lebaran telah usai. Euforia berkumpul bersama keluarga di kampung halaman perlahan digant ikan oleh realita perjalanan panjang menuju kota.Â
Hiruk-pikuk suasana Lebaran yang hangat dan penuh tawa kini berganti dengan suara klakson, deru mesin kendaraan, dan wajah-wajah lelah yang menanti giliran di antrean tol atau stasiun.
Perjalanan arus balik bukan hanya soal menempuh jarak ratusan kilometer, tapi juga tentang melawan kemacetan, kejar-kejaran dengan waktu, dan kesiapan mental untuk kembali ke rutinitas.Â
Ribuan bahkan jutaan pemudik harus berhadapan dengan kondisi lalu lintas yang padat, jadwal keberangkatan yang molor, hingga tubuh yang belum sepenuhnya pulih dari aktivitas Lebaran.
Di tengah semua itu, ada tekanan yang tak bisa dihindari: pekerjaan menunggu, kantor tak bisa ditunda. Maka banyak yang rela berangkat dini hari, memotong hari libur, bahkan tidur di rest area demi bisa tiba tepat waktu.Â
Jalan Raya Jadi Ruang Tunggu Raksasa
Bagi banyak pemudik yang memilih moda transportasi darat, terutama mobil pribadi dan bus, perjalanan arus balik bisa berubah menjadi mimpi buruk. Rute yang biasanya ditempuh dalam hitungan jam bisa melar menjadi belasan bahkan puluhan jam.Â
Jalan tol yang tadinya jadi andalan karena kecepatan dan kenyamanannya, justru berubah jadi lautan kendaraan yang bergerak pelan-pelan, terkadang bahkan berhenti total.
Pemandangan rest area yang penuh sesak, antrean panjang di pintu tol, hingga kendaraan yang mogok akibat kelelahan mesin atau pengemudi yang kehabisan tenaga, menjadi bagian dari kisah arus balik setiap tahunnya.Â
Dalam kondisi seperti ini, bukan hanya fisik yang diuji, tetapi juga emosi. Anak-anak rewel karena bosan, orang tua gelisah karena belum sampai tujuan, dan para pengemudi yang dipaksa tetap waspada meski mata sudah berat menahan kantuk.