Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran tentang kesehatan mental semakin meningkat di Indonesia. Isu ini mulai banyak dibicarakan di media sosial, forum diskusi, hingga ranah akademik dan profesional.Â
Semakin banyak individu dan komunitas yang berani berbicara terbuka mengenai pengalaman mereka dengan kesehatan mental, membantu mengurangi rasa tabu yang selama ini melekat.
Di kota-kota besar, akses ke layanan kesehatan mental juga semakin berkembang, dengan semakin banyaknya psikolog dan psikiater yang bisa dijangkau, baik secara langsung maupun melalui platform daring.Â
Pemerintah dan berbagai organisasi juga mulai mengambil langkah untuk mengintegrasikan kesehatan mental dalam kebijakan kesehatan publik.
Namun, meskipun perkembangan ini menggembirakan, stigma terhadap kesehatan mental masih menjadi tantangan besar.Â
Di banyak lapisan masyarakat, gangguan mental masih dianggap sebagai sesuatu yang memalukan atau bahkan dikaitkan dengan hal-hal mistis.Â
Banyak orang yang membutuhkan pertolongan ragu untuk mencari bantuan karena takut dicap lemah atau gila. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kesadaran meningkat, perjuangan untuk benar-benar menghapus stigma masih panjang.
Lalu, sejauh mana stigma terhadap kesehatan mental masih bertahan di Indonesia? Dan apa yang bisa dilakukan untuk mengubah persepsi masyarakat agar lebih terbuka dan peduli terhadap isu ini?
Stigma terhadap Kesehatan Mental di Indonesia
Di banyak budaya, termasuk Indonesia, kesehatan mental sering dikaitkan dengan kelemahan atau bahkan hal-hal mistis. Tidak jarang, orang yang mengalami gangguan mental dianggap kurang iman, kurang bersyukur, atau diganggu makhluk halus.Â