Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Polarisasi Politik di Media Sosial: Siapa yang Paling Diuntungkan?

24 Februari 2025   08:18 Diperbarui: 24 Februari 2025   08:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polarisasi politik di medsos (Kompas.com/ Didie SW)

Di era digital, media sosial telah menjadi arena perdebatan politik yang panas. Alih-alih menjadi wadah diskusi yang sehat, media sosial justru sering memperdalam perpecahan dengan memperkuat polarisasi politik

Fenomena ini terjadi bukan tanpa alasan. Algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang paling menarik perhatian, sering kali berupa opini ekstrem atau berita provokatif yang memicu emosi. 

Akibatnya, pengguna cenderung terjebak dalam “echo chamber” atau ruang gema, di mana mereka hanya terpapar sudut pandang yang sejalan dengan keyakinan mereka. 

Hal ini memperkuat bias, mengurangi toleransi terhadap perbedaan, dan pada akhirnya menciptakan garis pemisah yang semakin tegas di masyarakat. Polarisasi politik di media sosial tidak hanya berdampak pada cara kita berdebat, tetapi juga memengaruhi opini publik, dinamika sosial, dan bahkan hasil pemilu. 

Namun, di balik perpecahan yang semakin tajam ini, ada pihak-pihak yang diuntungkan. Politisi, media, hingga platform digital memiliki kepentingan dalam mempertahankan ketegangan ini demi kekuasaan, keuntungan ekonomi, atau dominasi narasi. 

Lalu, siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari polarisasi politik di media sosial?

Bagaimana Polarisasi Terjadi di Media Sosial?

Polarisasi politik di media sosial dipicu oleh algoritma platform yang cenderung menampilkan konten yang relevan dengan preferensi pengguna. Akibatnya, pengguna lebih sering terpapar dengan pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka, memperkuat opini yang sudah ada dan mempersempit ruang bagi perspektif yang berbeda. 

Hal ini menciptakan efek echo chamber sebuah lingkungan digital di mana individu hanya mendengar pendapat yang memperkuat keyakinan mereka, tanpa tantangan dari sudut pandang lain.

Selain itu, algoritma media sosial juga memprioritaskan konten yang memicu keterlibatan tinggi, seperti reaksi emosional berupa kemarahan, ketakutan, atau kebencian. Konten yang kontroversial atau provokatif lebih mungkin viral dibandingkan dengan informasi yang netral dan berbasis fakta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun