Mohon tunggu...
Muhammad Asfani
Muhammad Asfani Mohon Tunggu... Guru - Guru bahasa Indonesia di SMAN 37 Jakarta

Saya menyukai kegiatan menulis dan mengabadikan kegiatan dalam bentuk dokumentasi foto atau video.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya Positif: antara Apresiasi, Kontrol Diri, dan Restitusi

24 September 2022   18:48 Diperbarui: 24 September 2022   18:50 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada salah satu submodul kegiatan guru penggerak, modul 1.4 Budaya Positif, saya belajar banyak hal tentang konsep inti sebagai berikut, Pertama, disiplin positif. Disipin bermakna belajar, belajar menggali potensi sehingga tujuan yang mulia tercapai yaitu menjadi seseorang yang diinginkan berdasarkan nilai yang dihargai. Kedua,  teori kontrol. Teori ini dilatarbelakangi bahwa setiap orang tidak bisa mengontrol orang lain dan hanya bisa mengontrol diri sendiri, semua perilaku memiliki tujuan, semua orang memiliki tujuan, pandangan, dan gambaran berbeda. Selain itu, setiap tindakan diharapkan mampu meraih kemenangan untuk semua pihak, bukan salah satu menang dan yang lain kalah. Akhirnya,  semua yang dilakukan harus berdasarkan semangat kolaborasi dan konsensus atas pilihan baru yang disepakati.

Ketiga, teori motivasi. Teori ini terdiri atas dua unsur, yakni unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik terdiri atas, motivasi untuk menghindari hukuman dan mendapatkan imbalan sedangkan unsur intrinsik motivasi untuk menghargai diri sendiri yang bersumber dari kebajikan universal. Dari konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian hukuman dan penghargaan tidak efektif dalam upaya meningkatkan kinerja prestasi murid dan pembentukan karakter mereka.

Keempat, posisi kontrol guru. Pada konsep ini, tergambar beberapa posisi yang sering tampak dalam kegiatan di sekolah, yakni guru sebagai penghukum, sebagai pembuat rasa bersalah, sebagai pemantau, sebagai teman, dan sebagai manajer. Kelima, kebutuhan dasar manusia. Manusia memiliki banyak kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yakni kebutuhan bertahan hidup, kekuasaan, kasih sayang dan rasa diterima serta kesenangan serta kebebasan. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, manusia akan terganggu kehidupannya.

Keenam, keyakinan kelas. Nilai keselamatan dan kesehatan yang bersumber dari nilai kebajikan universal menjadi dasar sebuah keyakinan. Dalam konteks kelas, nilai ini disepakati dan dikawal keterlaksanaannya oleh seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatannya. Ketujuh, segitiga restitusi. Segitiga restitusi bersumber pada prinsip-prinsip utama teori kontrol. Dalam prosesnya, terdiri atas tiga bagian, yakni menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.

Hal menarik dan tak terduga yang saya pelajari dari modul ini yaitu tidak efektifnya pemberian hukuman dan pemberian penghargaan untuk meningkatkan kinerja prestasi murid dan pembentukan karakter mereka. Selain itu, penerapan segitiga restitusi sangat menarik untuk menjadi alternatif pemecahan masalah yang terjadi di sekolah.

Setelah belajar modul tentang budaya positif, saya mendapatkan paradigma baru tentang cara mendidik murid, yakni dengan mengimplementasikan segitiga restitusi dalam pemecahan masalah di kelas dan sekolah. Selama ini, sebelum belajar modul 1.4, saya menerapkan tata tertib di sekolah dengan cara memberi hukuman agar pelanggaran yang dilakukan murid dapat segera teratasi dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan kondusif.

Setelah belajar modul tentang budaya positif pengalaman yang saya lakukan di kelas yakni megimplementasikan segitiga restitusi ketika murid belum mengumpulkan tugas, saya menggali latar belakang masalah lalu menanyakan keyakinan yang telah disepakati, dan menstabilkan identitas meraka  dengan membuat keadaan menjadi netral kembali.

Dalam konteks sekolah, saya meminta kepada pihak manajemen sekolah untuk menimalisasi pemberian penghargaan dalam bentuk barang dan menggantinya dengan sertifikat yang dapat digunakan untuk seleksi perguruan tinggi. Pengalaman ini merupakan pengalaman baru yang belum saya terapkan sebelumnya. Sebelumnya, murid mengumpulkan tugas atau tidak saya abaikan yang penting saat ujian akhir nilainya bagus. Dalam konteks pemberian penghargaan, saya hanya melihat pemberian penghargaan sebagai hal wajar yang akan mampu meningkatkan prestasi murid. Namun, semua itu kurang tepat setelah saya membaca secara cermat konsep materi dalam modul ini.

Saya sangat berbahagia dan merasakan lega setelah mengimplementasikan segitiga restitusi dalam pemecahan masalah di kelas. Lega karena masalah dapat teratasi secara baik. Bahagia karena dampak dari implementasi tersebut murid makin terkendali dan berubah perilakunya dari murid yang sering  melanggar peraturan menjadi murid yang memiliki keyakinan kuat untuk selalu berbuat kebaikan.

Hal yang sudah baik dari penerapan konsep segitiga restitusi, yaitu fleksibilitas dalam penerapannya. Saya bisa memulai dari arah mana pun bergantung jenis masalah yang sedang diselesaikan. Hal yang perlu diperbaiki dalam konsep tersebut yakni perlu dibuat indikator-indikator keberhasilan dari masing-masing bagian  dalam penerapan konsep segitiga restitusi.

Sebelum mempelajari modul, posisi kontrol yang paling sering saya pakai adalah posisi kontrol sebagai teman. Saya berupaya menjadi pendengar yang baik bagi mereka sehingga suatu saat saya bisa memengaruhi mereka, terutama dalam  kegiatan belajar mengajar. Saya merasa senang karena  setiap kali saya meminta mereka mengerjakan tugas, mereka terpengaruh untuk mengerjakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun