Mohon tunggu...
Muhammad Arul Al Fauzan
Muhammad Arul Al Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Kreatif: Perlukah Dorongan Keuangan Syariah di Masa Pandemi?

23 Desember 2021   13:48 Diperbarui: 23 Desember 2021   13:49 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai negara di dunia saat ini, meyakini ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif, dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsanya secara signifikan. Bagi Indonesia ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor unggulan, lantaran produk yang dihasilkan saat ini semakin berkembang dan berpotensi menguasai pasar lokal maupun internasional. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sendiri, kini diwarnai dengan gelombang ekonomi kreatif.

Apa sih itu ekonomi kreatif? Jadi, sederhananya ekonomi kreatif itu ialah suatu unit usaha yang mengedepankan ide dan kreativitas, dengan kreativitas itu sendiri sebagai fondasi utamanya.

Nah! Berdasarkan laman resmi Kemenparekraf, di Indonesia sektor ini itu memiliki 17 turunan, yang terdiri dari pengembang permainan, kriya, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film, animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, arsitektur, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan aplikasi.

Pertumbuhannya sendiri akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang begitu signifikan. Buktinya tentu saja terlihat dari pengaruh yang diberikan bagi perekonomian. Pada tahun 2019 kemarin saja, Opus Creative Economy Outlook mencatat, sektor ekonomi kreatif memberikan kontribusi sebesar Rp1.105 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini kemudian mengalami kenaikan ditahun berikutnya yakni 2020, di mana nilai kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sendiri itu, mencapai angka yang fantastis yakni sebesar Rp1.211 triliun atau mengalami kenaikan sekitar 9,5 persen. Diharapkan kedepannya sumbangsih dari sektor ekonomi kreatif terhadap PDB akan terus mengalami peningkatan.

Menteri pariwisata dan ekonomi kreatif Sandiaga Uno menyebutkan, ada tiga subsektor yang kontribusinya begitu besar terhadap PDB yakni, pertama itu dari subsektor kuliner dengan nilai kontribusi sebesar 41,5 persen, kemudian disusul fesyen sebesar 17,7 persen, dan yang terakhir itu subsektor kriya dengan nilai kontribusi sebesar 15 persen. Nah, ketiganya ini merupakan ekonomi kreatif unggulan.

Potensinya sendiri bagi Indonesia itu kian melonjak, dan dibarengi dengan pelaku usahanya yang terus meningkat, yakni telah menyentuh angka delapan juta. Tentu saja angka ini sangat fantastis! Kalau kita bandingkan dengan negara-negara di benua biru (Eropa). Karena kita sendiri menduduki peringkat ketiga, dibawah Amerika Serikat dan Korea Selatan, seperti yang dikatakan oleh Menparekraf Sandiaga Uno.

Dengan peluang yang begitu menjanjikan pada sektor ini, maka perlunya pemerintah melakukan transformasi untuk menjadikan sektor ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian, mengingat potensi yang dimilikinya. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, dibutuhkannya suatu kolaborasi dengan seluruh elemen terkait. Salah satunya lembaga keuangan, yang memiliki peran penting dalam hal pembiayaan.

Dengan peluang yang begitu menjanjikan pada sektor ini, maka perlunya pemerintah melakukan transformasi untuk menjadikan sektor ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian, mengingat potensi yang dimilikinya. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, dibutuhkannya suatu kolaborasi dengan seluruh elemen terkait. Salah satunya lembaga keuangan, yang memiliki peran penting dalam hal pembiayaan

Apakah mesti lembaga keuangannya itu yang berdasarkan prinsip syariah?

Tentu saja kalau kita berbicara secara umum, peran tersebut bisa saja dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional. Karena pada dasarnya baik itu lembaga keuangan yang syariah ataupun konvensional sama-sama bisa memainkan peran tersebut. Lantas ketika peran keduanya hampir sama, mengapa mesti dorongan dari lembaga keuangan syariah terutama di masa pandemi ini?

Mungkin kita perlu melihat beberapa hal untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, jika kita melihat perkembangan dari keuangan syariah sendiri, itu tumbuh dengan positif ditengah situasi pandemi Covid-19 ini. Di mana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset keuangan syariah per Juni 2021 mencapai Rp1.885 triliun. Aset tersebut terdiri dari perbankan syariah sebesar Rp631,5 triliun, industri keuangan non bank syariah Rp116 triliun dan pasar modal syariah Rp1.137 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun