Mohon tunggu...
Muhammad ArjuNasrulloh
Muhammad ArjuNasrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nim: 101190150 Kelas: SA.F

Man Jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Euthanasia, Apakah Diperbolehkan?

1 Desember 2021   20:24 Diperbarui: 1 Desember 2021   22:51 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagi sebagian besar umat manusia, kematian tidak menyenangkan dan mungkin tidak diinginkan. Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan yang paling sempurna karena dikaruniai akal, pikiran, dan perasaan. Di sini, orang terus-menerus berusaha menunda kematian dengan berbagai cara, termasuk penemuan ilmiah dan teknologi, untuk merawat kesehatan umat manusia, karena orang dapat menggunakan pikiran dan pikiran mereka untuk menciptakan teknologi yang membuat aktivitas sehari-hari mereka lebih efisien. Namun sebaliknya, penemuan ilmiah dan teknik ini memiliki konsekuensi tertentu bagi kemanusiaan, seperti eutanasia. Sebagian umat manusia berharap ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memudahkan berjalanya ekosistem kehidupan dengan berbagai pencapaiannya. Dalam arti, kemajuan ilmu pengetahuan merupakan ekspresi dari keinginan seseorang untuk maju dan maju dalam rangka meningkatkan kehidupan dan membuka rahasia alam, beberapa fenomena kemajuan pengetahuan yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan kesehatan dan ekosistem kehidupan adalah teknologi kedokteran.

Eutanasia berasal dari dua kata Yunani. Eu yang berarti baik sedangkan Thanatos yang mempunyai arti kematian. David Smith, dalam bukunya Life and Morality, mendefinisikan euthanasia sebagai akhir hidup seseorang tanpa penderitaan untuk mengakhiri penderitaan fisik yang parah dan sebagai cara untuk menangani korban yang tidak lagi menderita sakit yang dapat disembuhkan.

Secara umum, euthanasia di bedakan menjadi dua kategori, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Eutanasia aktif adalah tindakan yang secara aktif dilakukan dokter untuk mengakhiri hidup pasien, biasanya menggunakan obat-obatan cepat dan mematikan. Eutanasia aktif dapat dilangsungkan dengan melepaskan  alat bantu selama perawatan berlangsung yang bertujuan agar jantung berhenti bekerja, atau biasanya dengan memberikan obat penenang overdosis untuk mencegah serangan jantung. Eutanasia pasif merupakan penghentian atau pembatalan tindakan medis atau perawatan yang dilakukan untuk mempertahankan hidup seseorang. Eutanasia pasif dilakukan sedemikian rupa sehingga pasien menolak minum obat, sehingga diasumsikan pasien meninggal setelah penyelamatan dihentikan

Beberapa tokoh agama pemimpin Islam di Indonesia sangat menentang  euthanasia sebagai prosedur medis. Namun, ada ilmuwan yang mendukung euthanasia. Menurut Ibrahim Hosen, ilmuwan yang menyarankan adanya euthanasia,  tindakan ini sangat diperbolehkan bagi orang-orang dengan penyakit menular dan sulit disembuhkan. Komentar ini didasarkan pada aturan ushul fiqh. Menurutnya, euthanasia dapat dilakukan karena  dua hal buruk: pertama, pasien memilih untuk menderita. Kedua, jika menular akan sangat membahayakan. Ia tidak hanya menganjuran euthanasia pasif, tapi juga euthanasia aktif. Sedangkan Hasan Basri menentang dilakukannya euthanasia karena persoalan hidup dan mati sepenuhnya milik Allah dan manusia tidak berhak sama sekali atas perkara ini.

Ijtihad para ulama di Indonesia telah mengeluarkan fatwa  yang melarang tindakan euthanasia aktif dan pasif. Namun, sementara euthanasia pasif dikhususkan pada kemampuannya seolah-olah seseorang berada pada sistem pendukung kehidupan, alat ini lebih dibutuhkan oleh pasien lain yang lebih mungkin untuk bertahan hidup, dan kehadiran pasien sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Meskipun tidak diatur secara langsung oleh hukum positif, euthanasia tetap dianggap sebagai tindak pidana. Larangan euthanasia tertuang dalam pasal 344 KUHP. Dalam prakteknya, sulit untuk menerapkan ketentuan ini pada euthanasia pasif di Indonesia. Menurut Pasal 344, sekalipun keluarga pasien menginginkannya, dokter harus menolaknya. Dari segi hukum, norma sosial, agama dan etika kedokteran, euthanasia tidak diperbolehkan.

Pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mungkin berkaitan dengan euthanasia dapat ditemukan dalam Pasal 338-350 Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Jiwa Manusia. Kejahatan terhadap jiwa manusia dibagi menjadi lima jenis: (1) pembunuhan berencana (doodslag), Pasal 338 KUHP, (2) pembunuhan berencana (mood), Pasal 340 KUHP, dan (3) pembunuhan. konsekuensi dari melakukan kejahatan. gequalificeerde doodslag, KUHP pasal 339, (4) pembunuhan atas permintaan yang sangat tegas dari korban, pasal 344 KUHP, (5) tindakan seseorang yang dengan sengaja mendorong atau membantu orang lain untuk bunuh diri; Mengusahakan dia , Pasal 345 KUHP. Tidak ada ketentuan dalam KUHP yang secara langsung mengatur tentang euthanasia. Namun, jika diamati lebih dekat, klausul yang digunakan untuk menjelaskan larangan euthanasia adalah pasal 344 KUHP, yang mengacu pada pembunuhan yang dilakukan atas permintaan korban yang sangat tegas.

Adapun ulama yang berpendapat untuk penderita yang berpenyakit menular dan membahayakan orang lain , sebaiknya  dilakukan tindakan alternatif  selain euthanasia. Salah satu alternatifnya adalah dengan mengisolasi penderita tersebut agar tidak berinteraksi dengan orang lain selama menderita penyakit itu. Jika memang dokter menyatakan pasien tidak dapat disembuhkan dengan cara apapun, hendaknya diserahkan kembali kepada keluarganya untuk mempertimbangkan. Soal sakit, menderita dan tidak kunjung sembuh adalah takdir dari tuhan. Menentukan kematian sebelum waktunya merupakan tindakan yang tidak dibenarkan karena tugas dokter adalah menyembuhkan pasien, bukan untuk mengakhiri hidup pasienya

Berdasarkan pembahasan di atas, akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan: Pertama, proses kematian pada pemeriksaan adalah ketika pasien memiliki penyakit kronis dan dalam kondisi kritis (akut), dokter Seringkali tindakan diambil untuk mempercepat kematian pasien. pasien, misalnya dengan memberikan obat, penenang dalam dosis yang mematikan, atau melepas alat pacu jantung agar pasien tidak merasa mual. Ketika konsep euthanasia diperkenalkan di beberapa negara di dunia dan beberapa negara sudah bisa melegalkannya, namun untuk negara Indonesia yang masih di bawah payung Pancasila, hal itu tidak bisa di bolehkan. Karena secara hukum, kewajiban dan tanggung jawab profesi kedokteran di Indonesia dibatasi oleh etika kedokteran itu sendiri, yang mengatur bahwa dokter harus selalu mengingat tugasnya untuk melindungi kehidupan manusia. Juga dilarang oleh hukum positif kita, KUHP, di mana dijelaskan bahwa tindakan membunuh adalah tindakan kriminal. Bahkan secara tegas disebutkan bahwa barang siapa yang mencabut nyawa orang lain atas permintaannya sendiri, yang dengannya ia telah membuat pernyataan yang tulus, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Kedua, revisi hukum Islam tentang rezim hidup mati, khususnya rezim bunuh diri aktif, dilarang. Karena bunuh diri aktif ini tergolong tindakan bunuh diri yang dilarang oleh Allah SWT dan diancam dengan hukuman neraka yang kekal. Karena hanya Allah SWT yang memiliki kekuatan untuk mengakhiri hidup manusia. Jadi, orang yang bunuh diri atau orang yang membantu mempercepat kematian seseorang bertentangan dengan aturan agama.

Muhammad Arju Nasrulloh

101190150

SA.F

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun