Mohon tunggu...
muhammad arham
muhammad arham Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa baru

oranng dalam tahap belajar dan mencoba beropini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebiasaan Santri dari Kacamata Hermeneutika

7 Juni 2022   11:39 Diperbarui: 7 Juni 2022   11:46 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebiasaan santri dari kacamata hermeneutika

Mungkin dari sebagian orang ada yang menganggap bahwa untuk apa mengangkat kegiatan santri atau keseharian santri sebagai suatu topik, dan mungkin ada juga yang menilai bahwa topik ini tidak menarik. 

Namun pastinya tidak semua orang berpikiran seperti itu. Penulis hanya ingin memberikan sebagian pengalamannya atau mungkin hanya memberikan informasi kecil bagi para pembaca dan mencoba meninjau kebiasaan santri dari kacamata hermeneutika menurut apa yang penulis pahami.

Disini akan diawali dengan sebuah kebiasaan santri di pondok pesantren yang ternyata sudah menjadi konsep sejak dari zaman dulu, yaitu membantu pengajar atau membantu pengasuh pondok. 

Sudah menjadi kebiasaan santri di setiap pondok pesantren untuk membantu keseharian gurunya atau pengasuh dari pondok tersebut. santri itu akan selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh gurunya atau pengasuhnya itu selama tidak keluar dari koridor syariat yang sudah ditentukan, dan pastinya guru atau pengasuhnya juga tidak akan mungkin menyuruh terhadap santrinya itu diluar koridor yang telah ditentukan dan pastinya juga akan menyuruh dengan melihat kemampuan dan skil yang dimiliki oleh santri. 

Karena memang meskipun itu menjadi kebiasaan santri, namun tidak semua santri dapat membantu keseharian guru atau pengasuhnya. Hanya santri yang mau dan yang mendapatkan perintah langsung.

Santri-santri yang sudah biasa membantu keseharian guru atau pengajarnya itu biasanya akan melakukan apapun yang diperintahkan oleh guru atau pengasuhnya itu dengan sungguh-sungguh, karena meraka tidak mau membuuat kecewa gurunya. 

Meskipun santri tersebut berbuat keteledoran dari apa yang sudah diperintahkan oleh gurunya tersebut atau bahkan hanya kesalahan sedikit dan bahkan guru atau pengasuhnya itu tidak merasa kecewa sama sekali, namun biasanya santri itu merasa sangat kecewa dan menjadi malu terhadap guru atau pengasuhnya tersebut.

 Itu sudah membuktikan bahwa santri itu mempunyai hubungan atau keterikatan dengan gurunya tersebut meskipun santri itu tidak ada hubungan darah atau bahkan saudara sekalipun.

Kebiasaan itu ternyata sebuah konsep yang sudah ada sejak zaman dahulu. Mereka sebut dengan takdzim. Meskipun penyebutannya sangat mudah, namun dalam pengaplikasiannya memerlukan kesadaran dan kemauan. Karena dalam melaksanakan takdzim ini sering kali bentrok antara nafsu pribadi dengan permintaan guru. 

Tatkala kita menginginkan waktu istirahat yang tenang kadang-kadang ada perintah mendadak dari guru, atau bahkan ketika waktu libur dimana santri lain pulang ke kampung halaman masing-masing bertemu dengan orang tua, keluarga atau bahkan kawan-kawan dikampungnya, terkadang gurunya itu memerintahkan santri yang biasa membantu dirumahnya itu agar tidak pulang dan membantu guru atau pengasuh pondok santri tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun