Mohon tunggu...
Muhammad Amin Alfazli
Muhammad Amin Alfazli Mohon Tunggu... Guru Informatika di SMAN 1 Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Magister Pedagogi – Universitas Lancang Kuning. Google Master Trainer dan Mentor Pendidikan Digital. Penulis dan Peneliti di bidang Pendidikan dan Teknologi.

Saya adalah seorang pendidik sebagai guru Informatika di tingkat SMA. Saat ini, saya juga aktif sebagai mahasiswa Magister Pedagogi di Universitas Lancang Kuning, Riau. Selain mengajar, saya menekuni dunia penulisan ilmiah, pengembangan media pembelajaran digital, serta aktif sebagai mentor dalam program Google Master Trainer. Saya percaya bahwa pendidikan tidak hanya membentuk pengetahuan, tetapi juga karakter dan semangat kolaboratif. Dalam menulis, saya sering mengangkat tema manajemen pendidikan, teknologi pembelajaran, etika digital, geo politik hingga isu-isu kepemimpinan di sekolah. Saya gemar berdiskusi tentang inovasi pendidikan, suka menulis opini berdasarkan refleksi praktik nyata di sekolah, dan berusaha menjadi bagian dari solusi atas tantangan pendidikan di era digital ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Raport Penuh Nilai Merah: Justru Murid ini yang Membuat Saya Menangis di Ruang Guru

20 Juni 2025   23:27 Diperbarui: 21 Juni 2025   09:58 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Aldi & Raport Merah (SUmber: AI)

Oleh: 

Muhammad Amin Alfazli, S.T

Dia hanya berdiri diam di depan saya. Di tangannya, raport yang penuh nilai merah. Tapi bukan itu yang membuat hati saya runtuh...

Cerita yang Tak Saya Duga

Namanya Aldi (nama samaran). Siswa kelas X yang nyaris tidak pernah terlihat menonjol. Ia pendiam, jarang bertanya, apalagi mengangkat tangan ketika saya melemparkan soal. Sejujurnya, saya pun tidak pernah benar-benar mengenalnya lebih dalam. Sampai hari pembagian raport itu datang.

Saat wali kelas membagikan raport , saya melihat dari kejauhan Aldi hanya menatap buku nilainya dalam diam. Tak ada ekspresi. Teman-temannya mulai saling menunjukkan hasil mereka, beberapa bersorak gembira, beberapa lain mengeluh. Aldi? Ia memeluk raport itu erat-erat, lalu berjalan pelan keluar ruang kelas. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Rasa penasaran saya tumbuh. Setelah beberapa jam berlalu dan sekolah mulai sepi, saya menemukannya di pojok perpustakaan — sendiri. Ia menulis sesuatu di sobekan kertas. Dengan suara lirih, saya mendekat dan bertanya, “Kamu kenapa, Aldi?”

Nilai Bukan Satu-satunya Luka

Aldi menunduk. Matanya basah, tapi ia menahannya agar tak jatuh. “Saya mau keluar sekolah, Pak,” katanya. “Bapak pasti kecewa... saya nggak pintar.” Lalu ia sodorkan raport nya. Dari delapan mata pelajaran utama, enam di antaranya bernilai di bawah KKM. Jujur, saya juga terkejut.

Namun sebelum saya sempat bicara, Aldi membuka cerita. Ayahnya baru saja kehilangan pekerjaan, ibunya sudah lama meninggal dunia. Ia kini membantu neneknya berjualan lontong di pasar sebelum berangkat sekolah, dan sepulang sekolah membantu cuci piring di warung tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun