Mohon tunggu...
Muhammad Alfian Pratama
Muhammad Alfian Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa semester 4 Teknologi Sains Data Universitas Airlangga. Saya sangat tertarik dengan dunia teknologi, terutama Sains Data, Artificial Intelligence, dan Technopreneurship. Saya juga sangat suka mempelajari hal baru. Selain itu, saya sangat suka berorganisasi dan mengikuti kepanitiaan acara untuk pengembangan soft skill saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apakah Kecerdasan Buatan Pantas Menggantikan Peran Hakim Utama?

16 Juni 2022   17:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   17:01 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelegence (AI) adalah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan mesin cerdas, khususnya program komputer cerdas. Ini terkait dengan menggunakan komputer untuk memahami kecerdasan manusia, tetapi AI tidak membatasi dirinya dengan metode yang diamati secara biologis (McCarthy, 2004). 

Sesuai dengan definisinya Kecerdasan Buatan ini bertujuan untuk menggantikan berbagai jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan manusia tetapi masih dilakukan secara manual oleh manusia. Kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 khususnya AI telah mengubah cara manusia untuk berinteraksi dalam segala aspek kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, industri, dan juga hukum.

Dalam dunia hukum, pemerintah dipaksa untuk mengubah pendekatannya terhadap hukum karena kemajuan teknologi yang sangat pesat. Dengan adanya berbagai inovasi dan kreatif yang memudahkan manusia untuk mengakses segala macam informasi di bidang hukum para professional hukum dan para penegak hukum perlu segera beradaptasi dengan hal tersebut. Khususnya, di dalam sistem peradilan yang sedang mengembangkan AI di dalamnya.

Amerika serikat, Inggris, China, dan negara-negara Eropa lainnya terus berlomba-lomba dalam menghadapi revolusi industri 4.0 dalam bidang hukum. Salah satu contoh penerapannya adalah sistem COMPAS yang digunakan pada pengadilan pidana di Amerika Serikat, sistem ini bekerja menggunakan algoritma untuk memprediksi risiko revidisme yang kemudian menjadi dasar perimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan penahanan pra-pengadilan.

Yang dapat dilakukan oleh AI saat membuat sebuah putusan adalah AI bekerja berdasarkan logika, dimana informasi dimasukkan ke dalam sistem diproses oleh algoritma terprogram untuk menentukan hasil yang telah ditentukan sebelumnya. 

Dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh AI merupakan hasil seleksi dari sumber informasi yang dimasukkan dari database hukum yang telah dioleh menggunakan metode natural language processing untuk membantu pencarian materi (hukum ataupun yurispridensi), dari data-data tersebut AI akan menyeleksi data yang relevan sesuai dengan perkara yang sedang berjalan.

Situasi ini perlu benar-benar ditanggapi dengan serius. Tidak hanya ketepatan logika dan matematis yang dibutuhkan dalam dunia hukum, tetapi masih ada unsur hati nurani yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki oleh robot atau AI. 

Selain itu, putusan yang dapat diambil oleh AI sebagai hakim cenderung bersifat kaku dan kurang mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bersifat humanis. Sifat hakim yang memerlukan unsur hati nurani ini tertuang dalam lambang hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma Hakim”.

Sifat tersebut antara lain Kartika, cakra, candra, dan tirta. Kartika berarti hakim memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan YME, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. 

Cakra berarti hakim mampu memusnahkan kebathilan, kezaliman, dan ketidakadilan. Candra berarti hakim memiliki sifat bijaksana dan berwibawa. Sari berarti hakim memiliki sifat berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela. Terakhir, tirta berarti hakim memiliki sifat jujur.

Berdasarkan informasi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa AI belum pantas untuk menggantikan peran hakim utama untuk saat ini. Karena AI belum bisa memiliki sifat-sifat humanis dan “Panca Dharma Hakim” yang hanya dimiliki oleh manusia. Tetapi, bukan berarti AI tidak dapat digunakan dalam membantu hakim untuk membantu mengambil putusan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun