Mohon tunggu...
Dr. M. Agung Rahmadi
Dr. M. Agung Rahmadi Mohon Tunggu... Psikolog - Dr. S.Sos. M.Si. Kons

Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Nalar Hukum Presiden pada Sambo : Nasib Hukum Wong Cilik di Republik (Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si.)

2 Mei 2022   05:22 Diperbarui: 23 April 2024   00:21 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dana 100 triliun di rekening Josua (setengah harta Soeharto), masuk akalkah seorang serda punya uang segitu? (Siapa Josua, peran apa yang dimainkannya sampai si Bos-bos percaya untuk meletakan uang besar direkeningnya?). Mengapa Jokowi lepas tangan, tentang kasus yang menyangkut bawahannya sebagai pimpinan tertinggi polisi, apakah dana 100 triliun ada kaitannya dengan presiden dan pejabat lainnya.

Rakyat harus pergi ke jalan, bila tidak ada keadilan di pengadilan. Untuk berteriak satu suara, Bongkar!!. Kasus serupa Eliezer bisa menimpa Wong Cilik siapa saja, besok bisa-bisa giliran anda, dan anak-anak anda.

Kasus ini bukan soal selingkuh menyelingkuhi tapi ada kasus korup, suap dan kriminal besar yang ditutupi kedok pembunuhan bermodus kecermburuan perselingkuhan. Sekali lagi fenomena manipulasi penegakan hukum di negara, dan lagi-lagi korban yang dikambing hitamkan adalah Wong Cilik/ Eliezer.

Prada/ Barada E saat berdinas diperintahkan Inspektur Jendral Sambo yang jabatannya Kepala Devisi Propam Aktif menembak seorang serda. Logika hukumnya salahkah si Barada?. Akibat pengadilan bernalar dungu kasus Sambo, besok kita akan melihat ketika ada perintah eksekusi tentara pengkhianat di Papua dari Jokowi (panglima tertinggi) ataupun seorang Jendral di Jakarta. Tentara ataupun polisi bawahan tsb akan bertanya dulu, kenapa saya harus membunuh dia, apa alasannya, mana bukti dia berkhianat, tunggu saya istikharah dulu, jangan nanti saya salah-salah bunuh jadi dihukum 12 tahun penjara seperti Eliezer bla-bla.. bla...bla lalu markas tentara meledak di bakar OPM dan ISIS.

Dalam tradisi militer perintah atasan itu mutlak kalau ada kesalahan komando akibat penyalah gunaan kuasa atas alat negara  itu kesalahan mutlak atasan. Polisi kita sistem pendidikannya masih memakai versi Polisi Abri yang pengadilannya adalah Pengadilan Militer sayangnya konversi Polisi Abri yang militer menjadi Polri yang sipil tidak dibarengi kajian mendalam terkait penyesuaian doktrin-doktrin Polisi dengan KUHAP & KUHP sipil.

 Di Rusia saat perang Dunia ke 2, pasukan Rusia yang takut dan lari dari pertempuran melawan Jerman akan ada pasukan khusus dibelakang yang spesialisasinya membunuhi pasukan-pasukan pengecut dan pengkhianat negara atas printah atasannya. Di Jepang ekstrimnya prajurit harus membunuh dirinya bila itu printah jendral (kamikaze banzai). Sedangkan di Indonesia Soedirman menyatakan dalam perang revolusi, sediakan 1 peluru untuk membunuh musuh dan 9 peluru untuk membunuh pengkhianat yang artinya Soedirman memerintahkan pengeksekusian para pengkhinat sebangsa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan fenomena realistis jauh lebih banyak dari perintah membunuh pasukan sekutu.

Besok Jokowi harus terbang naik pesawat ke Papua lalu dia sendiri yang mengeksekusi, karena bawahannya pada takut 12 tahun penjara, tapi itu lebih baik sepertinya daripada ada yang "terbongkar".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun