Mohon tunggu...
Muhammad Ali Fuadi
Muhammad Ali Fuadi Mohon Tunggu... Freelancer - S3 IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Muhammad Ali Fuadi, lahir di Rembang, Jawa Tengah. Saat ini menempuh studi di Program Doktoral Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebelumnya S1 dan S2 di UIN Walisongo Semarang, mengambil jurusan yang sama, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beragama secara Damai

31 Juli 2018   13:36 Diperbarui: 31 Juli 2018   13:49 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimuat di Harakatuna, 30 Juli 2018 

Ekstrimisme dalam beragama dewasa ini masih dan bahkan semakin mewabah pada diri sebagian umat Islam di dunia, termasuk umat Islam Indonesia. Kelompok ekstrim dan radikal tersebut, menumbuhkan pemahaman beragama dan bernegara yang menentang ideologi kebangsaan dan nasionalisme yang sudah ada. Mereka ingin menggusur ideologi pancasila dan menggantinya dengan ideologi lain, karena dirasa tidak cocok. Bahkan, secara gamblang mereka ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia.

Anehnya kelompok ekstrim tersebut merupakan orang-orang yang berpendidikan, bahkan berada dalam lingkungan institusi pendidikan. Bagaimana tidak, kelompok radikal tersebut sudah mulai tumbuh di sebagian institusi pendidikan di Indonesia. Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama kita juga mengatakan hal yang sama bahwa perkembangan kelompok ekstrim ini telah mencapai level mengkhawatirkan. Sebab isu ekstrimisme ini sudah merambah dunia pendidikan Islam, yang tentu dapat mengancam keutuhan keberagamaan dan nasionalisme bangsa.

Penyebab kelompok ini muncul, menurutnya, disebabkan oleh oknum dan kelompok Islam yang memahami nilai-nilai Islam secara konservatif, tertutup. Mereka mengabaikan konteks dalam memahami dalil-dalil yang bersifat tekstual. Dalam artian, mereka cenderung tidak menerima penafsiran yang kontekstual, dan lebih suka dengan pemahaman yang tekstual.

Melalui fenomena inilah segenap elemen bangsa harus menjadi agen penjaga moderasi, terutama para pendidik agama Islam, karena sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kelompok ekstrimisme sudah merambah wilayah pendidikan Islam. Semua harus turut menjaga, merawat, dan membangun cara beragama yang khas Islam Indonesia. Dan begitu juga, harus waspada dan menolak regulasi keberagamaan yang secara esensial telah masuk dalam kategori ekstrimisme yang menentang kebangsaan dan nasionalisme.

Esensi Beragama

Dari fakta tersebut pula, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka belum mengerti esensi beragama. Perlu diketahui, bahwa agama dan beragama merupakan dua dimensi yang saling terintegrasi antara satu dan yang lain. Prof. Nasaruddin Umar menyatakan bahwa agama merupakan seperangkat keyakinan dan amalan yang bersumber dari wahyu, dipilih dengan kesadaran untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat. Sedangkan beragama berarti mengintrodusir nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan pribadi sehari-hari, keluarga dan masyarakat.

Keyakinan dan amalan tersebut tentu saja bukan sesuatu yang buruk, karena bersumber dari wahyu yang keotentikannya sangat terjaga. Nah, apabila ada kelompok ekstrem yang mengatakan bahwa perbuatan dan amalan yang dilakukan berdasarkan dalil al-Qur'an dan hadits, namun perbuatan itu menyimpang, berarti mereka telah salah menafsirkan teks-teks keagamaan tersebut. Karena sejatinya tidak ada teks keagamaan yang salah, melainkan pemahaman yang salah dalam memahaminya.

Agama sendiri dalam bahasa Sansekerta memiliki arti keteraturan, berasal dari dua kata, "a" yang berarti tidak dan "gama" yang berarti tidak teratur. Jadi, agama itu adalah teratur atau keteraturan. Sedangkan dalam literatur Islam dikenal kata "ad-dn" yang sering dimaknai sebagai agama. Kata ad-dn berasal dari kata dna, yadnu, dainan, yang berarti hutang, kontrak. Dalam Kamus al-I'jaz wa al-jaz, ad-dn berarti perjanjian dan persiapan yang dilandasi sebuah ketaatan.

Jadi kelompok radikal yang mengatasnamakan agama, artinya mereka belum mengerti esensi dalam beragama. Sebab, orang yang sudah menyatakan kontrak, maka akan terikat, dan wajib memenuhi kontraknya. Implikasi dari kontrak adalah tunduk dan ketaatan, yang jika sudah diikat dengan kuat maka akan melahirkan sikap komitmen. Dan komitmen beragama terdiri atas dua macam, yakni pertama, kontrak manusia dengan Tuhan (dnun, dnan), dan kedua, kontrak manusia dengan manusia (dainun-madnatun).

Agama Perdamaian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun