Mohon tunggu...
Muhammad TamamAbdul
Muhammad TamamAbdul Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Jurnalistik

Unas 19. BGR.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ucapan Selamat Natal Menjadi Isu Langganan Akhir Tahun

17 Desember 2021   17:09 Diperbarui: 17 Desember 2021   17:13 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak terasa bulan November telah berlalu, dan kini telah memasuki bulan Desember yang akan mengakhiri tahun 2021. Pada bulan ini terdapat hari besar seperti  Hari Raya Natal bagi umat Nasara atau Nasrani, tepatnya pada tanggal 25 Desember. Akan tetapi, perayaan natal di Indonesia, dimana mayoritas (secara jumlah) penduduknya adalah Muslim, terjadi permasalahan dalam boleh atau tidaknya seorang Muslim mengucapkan selamat natal. Isu ini tentu selalu dikaitkan dengan kadar atau tingkat toleransi di Indonesia. 

Pro dan kontra dalam masyarakat muslim pun terjadi. Ada muslim yang menolak untuk mengatakan selamat natal, dan ada pula muslim yang dengan senang hati mengucapkan selamat natal. Bahkan hingga menimbulkan debat kusir antara kaum konservatif dan kaum progresif, maupun debat kusir antara kaum Nasara dengan Kaum Muslim di media sosial.

Saya sebagai penulis beranggapan bahwa toleransi itu implementasinya tidak harus getting involved atau ikut merayakan, memberikan taniah atau ucapan selamat, atau ikut campur terhadap segala kegiatan dari kelompok yang berbeda dengan saya. Karena menurut saya, dengan menghargai perbedaan tanpa ikut campur juga termasuk toleransi. 

Seperti halnya mengucapkan selamat natal, dimana dengan membiarkan umat Nasrani merayakan natal dengan damai juga sudah termasuk toleransi. Namun mirisnya, banyak orang Islam yang progresif menuduh muslim yang menolak mengucapkan sebagai orang yang intoleran. 

Begitu pun sebaliknya, banyak pula muslim yang menolak untuk mengucapkan dengan mudahnya mengkafirkan sesama muslim yang ikut mengucapkan selamat natal.  Padahal saya tegaskan kembali bahwa dengan membiarkan umat Nasrani merayakan natal juga sudah termasuk toleransi.

Dari isu ini saya melihat bahwa umat Nasrani pun tidak memaksa atau bahkan meminta  umat Islam untuk mengucapkan natal. Bahkan sudah muncul debat-debat kusir di media sosial, khususnya Twitter akhir-akhir ini. Menurut saya larangan atau bolehnya mengucapkan selamat natal ini bukanlah sesuatu yang harus dibesar-besarkan. 

Miris rasanya masih banyak yang mengira toleransi itu artinya harus ikut campur atau ikut mengiyakan dan membenarkan kepercayaan serta kegiatan kelompok yang berbeda. Karena pada dasarnya, toleransi itu menghargai perbedaan yang meliputi perbedaan pendapat, ras, agama, dan lain-lain.

Saya ambil permisalan toleransi perbedaan pendapat, dalam menanggapi perbedaan pendapat, ada beberapa sikap yang bisa diakukan. Pertama Debunk atau membantahnya, kedua membiarkan dan menghargai pendapat yang berbeda tersebut, dan ketiga ikut mengiyakan dan membenarkan pendapat tersebut. Toleransi di sini adalah menghargai perbedaan (pendapat) tanpa harus ikut membenarkan pendapat lawan ataupun membantahnya dengan keras. 

Cukup dengan menghargai perbedaan saja sudah termasuk implementasi toleransi keberagaman. Begitu pula dengan ucapan selamat natal, dimana dengan membiarkan umat Nasrani merayakan hari raya natal dengan aman dan damai pun sudah termasuk toleransi, tanpa harus ikut merayakan dan mengiyakan bahwa "Ya, Isa Ibnu Maryam lahir pada hari ini". Sederhananya, cukup terapkan prinsip We (muslim) doing ours, and you (christians) doing yours.

Begitu juga dengan muslim yang menolak untuk memberikan ucapan, khususnya yang konservatif untuk tidak mencemooh saudara muslimnya yang mengucapkan selamat natal. Karena pada dasarnya, acuan dan patokan seorang Muslim dalam berIslam adalah Qur'an dan Sunnah yang dikaji oleh para Ulama dan Mufassir (ahli tafsir). 

Ada ulama yang membolehkan mengucapkannya, ada pula ulama yang melarang mengucapkan selamat natal. Pada dasarnya, setiap golongan dan individu dalam Islam memiliki dalil. Mereka yang menolak mengucapkan memiliki dalil, juga mereka yang membolehkan memiliki dalil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun