Mohon tunggu...
Muhammad RizkiSaputra
Muhammad RizkiSaputra Mohon Tunggu... Diplomat - Pencari Wawasan Baru
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya mencari wawasan baru lewat jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Financial

Provinsi Jawa Tengah Memenuhi Pembiayaan Infrastruktur Melalui Penerbitan Obligasi Daerah

4 Juni 2019   10:54 Diperbarui: 4 Juni 2019   11:22 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tidak semua daerah di Indonesia sudah merasakan pemerataan pembangunan terkait infrastruktur layanan publik. Beberapa provinsi di Indonesia bahkan tidak mampu untuk menyediakan sarana layanan publik yang baik, dikarenakan APBD daerah lebih diprioritaskan kepada hal lain oleh kepala daerah bersama DPRD dan pemerintah daerah. APBD dialokasikan untuk hal yang lebih penting di daerahnya selama satu tahun kedepan dan ditetapkan pada peraturan daaerah. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, apabila hal ini lengah dari pengawasan maka daerah itu tidak akan memiliki infrastruktur layanan publik seperti daerah lain.

Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur di daerah membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka dari itu perlu adanya sumber-sumber pembiayaan lain di luar daerah yang sudah ada. Maka dari itu pemerintah daerah tidak boleh luput untuk mencari celah mengembangkan infrastruktur layanan publik yang dibutuhkan oleh daerahnya. Berbagai cara pembiayaan kreatif bisa dipilih diantaranya adalah obligasi dan pinjaman daerah. Obligasi Daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Sampai saat ini belum ada pemerintah daerah yang menerbitkan Obligasi kepada publik, namun Provinsi Jawa Tengah berpeluang menjadi provinsi pertama di Indonesia yang terbitkan Obligasi untuk sejumlah pembiayaan kemaslahatan infrastruktur.

Terkait pengaadan obligasi pun perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut terkait dengan perangkat hukum yang melindungi, regulasi lebih lanjut terkait program, dan juga kelembagaan penerbitan Obligasi daerah. Pengalaman daerah dan negara lain juga perlu menjadi dasar pertimbangan dalam penerbitan Obligasi daerah, hal ini dalam rangka mengidentifikasi permasalahan yang timbul dan cara penyelesainnya. Regulasi yang mengatur Obligasi daerah tercantum dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan aturan teknisnya terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Sedangkan untuk kelembagaan yang mengatur terkait Obligasi dan Pinjaman daerah tersebar di beberapa organisasi pemerintahan seperti, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek maupun Pemerintan Daerah yang didalamnya termasuk DPRD.

Penerbitan Obligasi daerah yang disiapkan Provinsi Jawa Tengah senilai 2 Triliun rupiah digadang untuk pembangunan RSUD Unggulan Pelayanan Kanker, RSUD Umggulan Pelayanan Ibu dan Anak, pengembangan Pelayanan Kanker di RS Kelet sampai Sport Center. Jawa Tengah memang termasuk dalam golongan daerah yang berpotensi menerbitkan obligasi, terlebih provinsi ini mendapatkan nilai A yang baik dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengajukan rancangan peratuan daerah (Raperda) tentang penerbitan Obligasi daerah untuk dijadikan ebagai dasar rencana  penerbitan utang kepada masyarakat.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pihaknya saat ini masih mengkaji pilihan program, regulasi, dan termasuk kemungkinan-kemungkinan penilaian baik sektor maupun sub-sektor yang ada. Untuk infrastruktur, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan pendataan sampai total pembiayaan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah sejak lama berencana untu mencari pendanaan alternatif melalui Obligasi daerah. Tujuan dari menerbitkan Obligasi ini adalah untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan PP No. 30 Tahun 2011 dan PMK No. 180/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah.

Setidaknya ada tiga inti dari pemaparan PP No. 30 Tahun 2011 dan PMK No. 180/PMK.07/2016. Pertama adalah Obligasi daerah harus digunakan untuk membiayai Proyek yang menghasilkan pendapatan dan untuk kepentingan publik. Kedua yakni penerimaan hasil penerbitan Obligasi daerah masuk ke dalam Kas Daerah (APBD). Ketiga atau yang terakhir yaitu Jika proyek yang dibiayai oleh Obligasi Daerah belum menghasilkan, maka Pemerintah Daerah wajib untuk menutupi kebutuhan pembiayaan untuk pembayaran bunga obligasi tersebut.

                Namun, bukan berarti tidak ada hal lain yang tidak perlu dipertimbangkan terkait dengan penerbitan Obligasi daerah tersebut.  Diantaranya, Obligasi daerah dapat mempengaruhi kinerja keuangan daerah akibat adanya hutang daerah dalam struktur APBD. Lalu apabila uang Obligasi daerah yang diterima di APBD ditempatkan dalam deposito akan menimbulkan Spread Negative (tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah daripada tingkat suku bunga tabungan), hal semacam ini bisa menjadi sebuah keugian bagi daerah. Disamping itu, program yang dibiayai Obligasi daerah harus bersifat Cost Recovery (pemulihan biaya) dan menghasilkan pendapatan untuk PAD. Hal ini karena dikeluarkannya Obligasi justru membuat performa anggaran merosot, dan hal inilah yang menjadikan tidak ada orang yang mau mengeluarkan Obligasi.

Untuk menerbitkan Obligasi daerah diperlukan tim di bawah naungan dari Kementrian Keungan dan Kementrian Dalam Negeri, bersama Pemerintah Daerah dan Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri sudah intens membahas tentang hal teknis soal Obligasi daerah, mulai dari pembiayaan, hingga kemampuan membayar utang, baik bunga maupun pokoknya. Selain itu perlu adanya tim teknis atau unit pelaksana di pemerintah daerah yang mengurus Obligasi daerah. Karena Obligasi daerah ini memiliki jangka waktu yang lama 10 hingga 15 tahun masa angsuran, maka sangat penting adanya perlindungan atau regulasi berupa Peraturan Daerah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun