Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waktu: Menyelamatkan atau Membunuh?

7 Mei 2023   15:31 Diperbarui: 7 Mei 2023   15:35 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Canva

Rifqy adalah seorang mahasiswa semester akhir di sebuah perguruan tinggi negeri. Dalam kuliahnya yang sudah menginjak 4 tahun itu, ia sudah menuntaskan semua mata kuliah yang ada. Hanya saja, ada satu tahap lagi yang ia sedang kerjakan, namun ia ogah-ogahan dalam menyelesaikannya, yakni mengerjakan skripsi.

Sebagaimana penyakit mahasiswa pada umumnya yang terjangkit penyakit males di penghujung kuliahnya, Begitulah penyakit yang menjangkiti Rifqy sekarang. Waktu yang seharusnya bisa ia gunakan untuk menyelesaikan skripsinya, agar cepat tuntas. Namun ia malah menggunakan waktunya untuk kegiatan unfaedah, seperti bermain game online dan nongkrong bersama teman-temannya hingga larut malam. 

Mendengar dan mengetahui tentang waktu, tentu bukan hal asing di telinga manusia pada umumnya. Dalam bayangan kita, tentu kita sudah tau bahwa waktu itu adalah 1 hari sama dengan 24 jam; waktu itu ialah berkaitan dengan pagi, siang, sore, malam; waktu itu adalah berkaitan dengan masa lalu, masa kini, dan masa sekarang. 

Tentu kita semua sudah mafhum tentang definisi waktu. Namun, bukan berarti ketika kita mengetahui tentang definisi waktu; kita adalah seseorang yang sadar akan waktu. Tidak sama sekali. Sebab, kedua hal itu jelas berbeda. Semua orang tau bahwa waktu siang itu ada, namun hanya sebagian orang yang sadar bahwa waktu siang itu bisa ia maknai dengan sesuatu hal yang bermanfaat baginya.

Setiap dari kita tentu memiliki waktu yang sama, 24 jam dalam sehari. Akan tetapi, tidak semua orang bisa memanfaatkan 24 jam dalam sehari itu untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Tentu, kita bisa berkaca kepada diri kita sendiri, selama 1 hari ini, apa yang sudah kita lakukan? 

Sudahkah kita membaca buku; Sudahkah kita sebagai seorang muslim membaca Al Qur'an; sudahkah kita sebagai anak membantu orang tua. Atau jangan-jangan dalam sehari ini, kita menggunakan waktu hanya untuk bermain medsos dan game saja.

Dari dua hal itu saja, kita menjadi tau bahwasanya waktu itu bukan hanya bisa menjadi senjata dalam menyelamatkan kita saja, akan tetapi bisa juga menjadi senjata dalam membunuh kita. Tentu itu tergantung dari diri kita sendiri. Ketika kita ingin waktu menjadi penyelamat untuk diri kita, hal yang seharusnya kita lakukan ialah aturlah waktu kita untuk melakukan hal-hal yang produktif. Jangan sampai waktu yang masih bisa kita rasakan sekarang, malah menjadi pembunuh untuk masa depan kita yang sebenarnya cerah.

Tidakkah pernah mendengar cerita, bagaimana ulama-ulama pada zaman dahulu sangat menghargai waktunya untuk hal-hal bermanfaat seperti menuntut ilmu. Barangkali kita pernah mendengar kisah Imam Nawawi (1233-1277) yang dari remajanya, menggunakan waktunya untuk belajar berbagai macam ilmu dari para gurunya. Dari hasil menuntut ilmunya itu, pengarang dari kitab Riyadhus Sholihin ini sangat produktif sekali dalam menulis kitab. Tercatat sudah puluhan kitab yang beliau tulis dalam rentan waktu 20 tahun; baik dalam bidang fiqih, bidang hadits, maupun bidang akhlak.

Begitu pula dengan seorang ahli hadits yang bernama Al-Khatib Al-Baghdadi (1002-1071), dalam kesehariannya bisa dikatakan beliau adalah seseorang yang sangat rajin membaca buku. Saking rajinnya, kemana pun ia pergi pasti selalu membawa dan membaca buku. Hal tersebut menunjukkan bahwa ulama-ulama itu tau, waktu tidak bisa diulang.  Isaac Newton dulu pernah menuturkan, bahwa waktu itu bersifat linear; dalam artian waktu itu akan terus maju dan jalan terus. Makanya, seseorang yang sadar kalau waktu itu bersifat linear, ia tidak akan membuang waktunya untuk kegiatan yang tidak produktif.

Memang betul kalau dikatakan, kita pun perlu juga waktu bersantai dan bermain. Akan tetapi, ketika dalam kesehariannya, kita lebih banyak bersantai dan bermain daripada belajar ataupun bekerja; tentu waktu akan dengan mudah membunuh kita.  Saya teringat satu ucapan yang begitu sangat monumental dari Imam syafi'i: Al-waqtu kash-shayf in lam taqtha'uhu qatha'aka -- Waktu umpama pedang, jika engkau tidak memotongnya, maka ialah yang akan memotongmu.

Ketika kita perhatikan ke dalam hidup kita sendiri, mungkin saja kita masih sering menggunakan waktu kita untuk mengerjakan keburukan daripada kebaikan. Terkadang kita rela menghabiskan waktu kita; entah itu untuk memfitnah orang lain di media sosial atau ngomongin orang lain yang tidak kita sukai di tongkrongan kita. Hal-hal demikian lah yang membuat waktu akan membunuh dan mematikan kita dari hal kebaikan dan kebermanfaatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun