Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Citra Orang Kaya Dinodai oleh Arogansi Oknumnya

26 Februari 2023   16:28 Diperbarui: 26 Februari 2023   16:36 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Canva

Akhir-akhir ini, cukup banyak peristiwa yang membuat kita semakin yakin, bahwa memang betul rata-rata orang kaya cenderung bersikap angkuh dan arogan. Betapa banyak kita lihat kasus-kasus yang menggambarkan keangkuhan seseorang yang dalam hidupnya selalu diapit oleh segala kenikmatan dan kemewahan fasilitas yang ia punya.

Kita sering melihat pemberitaan di media sosial, seseorang yang mempunyai mobil mewah -dengan merek yang pastinya sudah kita hafal- dengan seenaknya berbuat sesukanya di jalanan umum. Entah itu menerobos lampu merah, menyerempet pengendara lainnya, mengajak duel pengendara lainnya dengan membawa sajam; semua arogansi tersebut sering kita temui di pemberitaan. Bahkan, kita pun pernah menemukan juga arogansi seseorang yang mengendarai motor mewah nan besar, yang menabrak seorang ibu yang sudah lansia, hingga ibu tersebut meninggal dunia.

Apabila kita mengetik di google tentang arogansi orang kaya di jalanan akhir-akhir ini, tentu kita semakin banyak menemukan kasus yang seperti itu. Bahkan, pemberitaan yang sedang ramai hari ini, dimana anak dari pejabat pajak yang dengan sadisnya memukuli, menendang, mengeroyok hingga korban tak sadarkan diri cukup lama; makin memperkuat asumsi kita, bahwa begitulah sifatnya sebagian kecil orang kaya.

Semua itu tentunya disebabkan tidak lain karena mereka merasa dirinya lebih tinggi dibanding orang lain; lebih berharga dari orang lain, sehingga orang lain yang tidak sederajat dengannya mudah untuk direndahkan olehnya. Padahal pada hakikatnya, manusia yang kaya dan manusia yang miskin itu sama di mata sang pencipta. Tidak ada yang membedakan. Namun, semakin kesini, semakin banyak terlihat para oknum orang kaya, yang sering menganggap dirinya lebih hebat; lebih berkuasa; lebih kuat daripada orang lain yang tidak se-level dengannya. "Toh, kalau gua di penjara pun, paling cuma sebentar, bapak gua banyak duit coy", begitulah pikiran orang kaya ketika ia hendak arogan.

Dari kejadian yang lagi viral tersebut dan melihat orang kaya lainnya yang arogan, tiba-tiba saja saya teringat kepada Imam Ghazali yang pernah mengklasifikasikan dua golongan hewan: hewan ternak (Bahimiyah) dan hewan buas (sabuiyah). Tentu yang membaca tulisan ini pasti bingung apa hubungannya dua golongan hewan dengan orang kaya yang arogan. Jadi, sebagian besar dari kita tentunya sudah tau, bahwa manusia adalah binatang yang berfikir. Akal-lah yang tentunya membedakan kita dengan binatang. Akan tetapi, dalam diri manusia terdapat persamaan juga dengan sifat dua golongan binatang yang disebutkan Imam Ghazali tadi.

Seperti yang kita tau, binatang ternak mempunyai sifat yang berfokus kepada makan, minum, tidur dan berkembang biak. Sedangkan binatang buas mempunyai sifat yang ambisius, agresif, dan keinginannya harus dipenuhi walaupun dengan kekerasan. Sifat kedua jenis hewan inilah yang ada dan melekat dalam diri kita masing-masing. 

Tentu kita perlu makan; kita juga perlu mempunyai ambisi. Akan tetapi, ketika kita tak bisa mengontrol makan kita; apalagi kita tak bisa mengontrol ambisi kita dan sering berbuat agresif kepada orang lain, tandanya kita layaknya hewan. Bahkan, kita bisa lebih rendah daripada binatang, tatkala dalam satu waktu kita menjadi binatang buas untuk menerkam orang lain.

Pada hakikatnya, kita adalah khalifah Allah yang diturunkan di muka bumi ini, dalam artian, seharusnya kita bisa memosisikan diri kita sebagai cerminan dari sifat Allah. Ketika Allah mempunyai sifat Rahman (kasih) dan Rahim (sayang), artinya kita pun juga harus mencerminkan sifat itu kepada seluruh manusia. Ketika pencipta kita maha lembut, kita pun seharusnya bisa berlemah lembut kepada orang lain. Akan tetapi, ketika kita berbuat biadab dan keji kepada sesama kita, sifat siapa yang kita cerminkan? tak mungkin sifat pencipta kita. Ketika kita seperti itu dan menganggap orang lain lebih rendah daripada kita, sejatinya kita adalah wakil iblis; kita cerminan dari setan.

Seharusnya, ketika kita menganggap diri kita adalah khalifah nya Allah, kita tentunya mempunyai akhlak dan adab ketika bertemu orang lain, bukan malah berlaku biadab dan tanpa akhlak. Jujur saja, walaupun mereka itu orang kaya, punya harta berlimpah dan mobil mewah; namun pada realiitanya ia tidak mempunyai akhlak, berbuat zholim kepada orang lain, maka sejatinya ia tidak mempunyai nilai. Dialah yang sebenarnya lebih rendah daripada seseorang yang mereka zholimi. Sebab, satu-satunya yang membuat kita punya nilai di hadapan orang lain adalah akhlak kita, bukan kekayaan yang kita punya.

Walaupun tidak semua orang kaya itu jahat dan tidak berakhlak, tetapi sangat miris sekali melihat kejadian yang terus berulang tentang orang kaya yang arogan. Tentu, ini semacam renungan juga untuk kita agar jangan sampai kita menjadi manusia yang melampaui batas. Bukan berarti, ketika kita lebih berpower daripada orang lain, kita malah seenaknya memperlakukan orang lain secara keji dan biadab.

Ketika kita menjadi orang kaya yang arogan dan tidak mempunyai moral, pada dasarnya kita adalah seseorang yang tidak beryukur. Kita sudah diberikan kenikmatan menjadi orang kaya, akan tetapi ketika kita menyalahgunakan kekayaan itu untuk berbuat zholim kepada orang lain, ini tentunya yang akan membuat kita kufur nikmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun