Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rethinking the Dangers of Social Media and Games Online

21 Oktober 2022   15:08 Diperbarui: 21 Oktober 2022   15:26 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Canva

Banyak orang mengira, bahwa adanya media sosial menimbulkan sesuatu hal yang membawa kepada kemajuan. Betul memang, di satu sisi hal itu berkorelasi. Namun, di lain hal tentunya entitas media sosial ini menurut saya melahirkan kebahayaan yang lebih canggih lagi. Dan dampak dari kebahayaan itu bisa menyebabkan kerugian dalam sepktrum luas.

Barangkali dalam sesuatu hal yang dampaknya untuk diri kita sendiri saja, kita tak menyadarinya. Seperti misalnya, karena terlalu scroll dan buka media sosial, kita jadi gampang cemas dan khawatir. Hal ini menunjukkan bahwa ketika kita terlalu berlebihan mengkonsumsi isi daripada media sosial, maka bisa menyebabkan efek yang buruk bagi diri kita, apalagi kalau kita tak bisa mengontrolnya; semua informasi dilahap dan ditelan baik yang positif maupun yang negatif, maka hal itu terkadang yang membuat kita kehilangan jati diri. Belum lagi, ketika kita menghubungkannya dengan tidak bebasnya kita dalam menyampaikan pendapat di dunia maya, sehingga apabila kita menyatakan suatu hal yang berbeda dari pihak yang memiliki kekuasaan, kita dijatuhi hukuman; dan ini tentunya berbahaya bagi diri kita. Begitupun ketika kita bermain game. Ketika kita memainkannya terlalu berlebihan, efeknya juga tak akan baik bagi kondisi fisik, emosi, dan mental kita

Akan tetapi, selain daripada yang disebutkan tadi, ada efek yang jauh lebih berbahaya lagi ketika media sosial dan games sudah lahir pada era sekarang ini, yakni ekstremisme. Percaya atau tidak, benih-benih teroris; ekstrimis; jihadis, makin banyak berkeliaaran ketika dua hal itu dijadikan media dan strategi yang membuat mereka bisa memperlancar aksinya.

Sadar atau tidak, para ekstrimis tentunya sudah membangun dan memelihara hubungan dekat tanpa adanya struktur organisasi melalui media sosial dan permainan. Mungkin ini hanyalah satu perspektif yang bisa saja salah, namun bisa juga menjadi satu hal yang memang ada hubungannya. Kita bisa memandang, bahwa semenjak ada internet, semua hal bisa menjadi cepat dan mudah; bahkan bisa juga merubah segalanya yang awalnya terlihat mustahil. Namun selain itu semua, kita juga melihat, dengan adanya internet, bisa menimbulkan perpecahan dan tindakan yang lebih kejam lagi, pembunuhan secara kejam.

Mungkin Sebagian dari kita sudah tau, tragedi pembantaian di 2 masjid Christchurch, Selandia baru yang menyebabkan 51 orang meninggal dalam tindak kekejaman supremasi kulit putih yang bermotivasi rasial yang dilakukan pada bulan maret 2019 yang lalu. Dan kalau kita telisik lebih dalam, pelaku pembunuhan (dibaca: teroris) memanfaatkan media sosial sebagai tempat perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan terror tersebut. Bahkan lebih parahnya lagi, pelaku pada saat itu, menggunakan Facebook sebagai platform di media sosial untuk menyiarkan secara langsung pembantaian itu secara sukses; juga menganggap pelakunya sebagai hero yang tentunya hal itu dipasarkan oleh komunitas-komunitasnya.

Atas dasarnya pembantaian terror itu, ada klaim yang menyebut bahwa selain dari adanya bukti keterkaitan platform di media sosial; yang bermain game online apalagi game online yang berbau kekerasan juga disebut sebagai salah satu penyebab seseorang melakukan kekerasan di dunia nyata. Pada saat setelah kejadian itu, ada argument yang menyatakan, bahwa Teroris pembantaian di Cristchurch adalah seseorang yang termasuk candu dalam video game. Bahkan ketika kita perhatikan seksama video pembantaian yang disiarkan secara langsung di platform Facebook, teroris itu menggunakan semacam alat perekam video yang ditempelkan di jidat nya. Pembingkaian yang ia lakukan itu tentunya sama persis seperti di video game.

Tentunya itu bisa menjadi sebuah alarm untuk kita bahwa ketika kita melakukan suatu hal yang berlebihan, baik penggunaan media sosial maupun bermain game online, hal itu bisa menjadi suatu bahaya. Apalagi kita sudah tau, perkembangan yang terjadi di media sosial itu sangat luas jangkauannya. Kita bisa menyatakan argument apa saja disana. Kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja disana. 

Kita juga bisa melihat berita apapun disana. Kita juga bisa melihat beragam cara membuat barang ataupun makanan. Semua bisa mengakses media sosial tanpa terkecuali. Akan tetapi, untuk mengontrol semua itu, agar paham seperti radikalisme, ekstrimisisme, dan paham-paham berbahaya lainnya tidak masuk ke dalam diri, kita harus membuat benteng dan pertahanan untuk diri kita. Jangan sampai, pikiran kita termasuki oleh beragam virus yang seperi itu. Sebab, pada zaman sekarang ini, kejahatan yang ada di dunia nyata berawal dari dunia maya.

Begitupun dengan bermain game online. Pada dasarnya, bemain game itu bagus karena bagian dari rekreatif. Misalnya saja, ketika kita sedang pusing-pusingnya dengan pekerjaan atau tugas kuliah, kita bisa bermain game online sebentar, untuk menyenangkan dan menyegarkan pikiran Kembali. Akan tetapi, ketika kita bermain game online terus selama bejam-jam atau berhari-hari, maka hal itu bisa menimbulkan bahaya untuk kita sendiri, bahkan bisa juga menimbulkan bahaya untuk orang lain.

Oleh karena nya, kita harus memikirkan kembali keberadaan dari media sosial dan game online ini. Secara umum, mungkin kita menganggap bahwa munculnya kedua hal itu pertanda bahwa zaman ini sudah sangat maju. Namun, apalah daya, kita harus mengakui dibalik manfaat dari adanya kedua hal itu, mudhorot atau kejelekan-kejelekan lainnya masih banyak menyebabkan seseorang atau kelompok berperilaku dan bertindak menyimpang. Kesadaran kita harus tetap tersambung, agar kita terbawa oleh efek buruk dari media sosial dan game online. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun