Mohon tunggu...
Muhammad Nashruloh
Muhammad Nashruloh Mohon Tunggu... Lainnya - aku tidak memiliki cukup banyak pengalaman yang menyenangkan. jalan cerita hidupku dan dunia ini tidak sesuai keinginanku. aku sedang menunggu teknologi yang bisa membuatku immortal.

Pernah belajar filsafat di Fakultas Filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Fiktif Rakyat Corona: Penari Lampu Merah

25 Juli 2021   09:51 Diperbarui: 25 Juli 2021   09:57 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama saya Andi. Umur 20 tahun. Tidak seorangpun pernah menanyai tentang asal-usul ketika saya menari di lampu merah. Didaerah sini saya lebih dikenal dengan nama Pengkol. Yaa karena kaki saya demikian adanya. 

Cita-cita saya hanya satu, melihat adik sekolah, nggak usah tinggi-tinggi SMK saja cukup, yang penting punya ijazah untuk kerja. 10 tahun lalu kami pindah dari desa kecil dekat pantai lemah abang ke Semarang, bukan karena ingin tapi hutang ayah memaksa kami beranjak pergi. 

Ayah minggat entah kemana meninggalkan kami di Semarang. Stasiun Poncol jadi tempat terakhir saya melihat Ayah. Sekarang ibu saya pasien Corona kelas 3 dulu sewaktu di desa ia adalah guru menari. Sesampai di Semarang Ibu juga masih menari menggunakan selendang yang sama di pinggang. 

Kami sering diajak menari, Ibu pernah bilang kalau kami membawa rejeki. Dulu saya belum paham maksud dari kata-kata itu. Kini saya paham, ibu menjual wajah kami demi uang receh dari kantong para pengendara. 

Saya tidak menyalahkan justru malah bersyukur karena tiap kali kami ikut Ibu akan membeli lauk yang enak untuk makan malam. Semua telah berlalu. 

Sekarang saya hanya memikirkan bagaimana caranya menjalani hidup sehari-hari, membiayai sekolah adik dan membagi waktu menjaga ibu dirumahsakit. Semenjak corona, dilampumerah uang receh semakin sulit keluar kantong. 

Tapi Saya tidak ingin menyerah dengan kondisi demi hidup adik dimasa depan. Saya tetap akan menari, tidak hanya karena suka, tapi karena kaki saya tidak banyak memberi pilihan hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun