Mohon tunggu...
Yuka Harguna
Yuka Harguna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat ekonomi dan sastra

A youth who like reading, economic, and analyze data through teaching, writing, and content as a media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lingkaran Setan Itu Bernama Utang

1 Maret 2021   06:00 Diperbarui: 1 Maret 2021   06:17 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi benar-benar melemahkan ekonomi seluruh negara, termasuk Indonesia. Defisit anggaran meningkat hingga 3 kali lipat dari RAPBN, sementara negara harus menambah pengeluaran untuk vaksinasi. Maka dari itu, Indonesia kembali berutang sejumlah 1.296 triliun rupiah. Indonesia mengawali 2021 dengan total utang mencapai 6.074,56 triliun rupiah(Ulya, 2020). Bukan jumlah yang kecil, bukan?.

Dalam The Indonesia 2021 yang disiarkan di Metro TV beberapa waktu lalu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyatakan akan mengerahkan kekuatan di kebijakan fiskal. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai aturan pajak terbaru seperti 0% pajak mobil dan pajak pulsa. Namun, bila berkaca dari sejarah, ribuan kebijakan ekonomi telah dikeluarkan dan Indonesia belum bisa melunaskan utangnya. Tiap tahun, utang Indonesia terus bertambah. Bukankah seharusnya utang itu harus segera dilunaskan?

Demi menghindari kebiasaan berkomentar seenak hati dan meningkatkan daya berpikir kritis, mari kita bedah alasan mengapa utang Indonesia terus bertambah sejak merdeka. Di zaman Soekarno, politik tidak kunjung stabil. Pemerintah sibuk mengganti-ganti kabinet dan tidak memperhatikan aspek ekonomi. Pencetakan uang besar-besaran dan utang terpaksa dilakukan demi mempercepat pembangunan, apalagi ketika masa demokrasi terpimpin. Alih-alih proyek Mercusuar, ekonomi lokal jadi telantar.

Berlanjut ke zaman Soeharto, pemerintah Indonesia banyak melakukan kerja sama ekonomi dengan Amerika Serikat, salah satunya dengan utang. Indonesia pun mengikuti pemahaman ekonomi Amerika yang bermazhab Keynesian. Bapak Ekonomi Makro itu pernah berkata bahwa pemerintah harus memperbanyak belanja negara, meskipun sampai defisit, supaya perputaran uang di negara tersebut meningkat dan menumbuhkan ekonomi negara. 

Kemudian, dari segi kurs, defisit anggaran akan membuat nilai mata uang melemah karena terlalu banyak jumlah uang yang beredar. Ekspansi fiskal melalui anggaran ini akan membuat negara lain tertarik untuk membeli barang negara kita karena lebih murah daripada di negara lain(Mankiw, 2004). Teori inilah yang membuat Indonesia sengaja mendefisitkan APBN nya, sampai sekarang.

Teori Keynes sukses membuat Amerika Serikat selamat dari Depresi Besar 1929. Sayangnya, kesuksesan itu tidak tertular ke Indonesia. Ada 3 hal yang menyebabkan Indonesia gagal memanfaatkan pinjaman negara lain dan momentum defisit anggaran :

  • Indonesia belum berdikari. Jika pedagang tidak bisa menghasilkan makanan yang enak dan berkualitas, pinjaman sebesar apapun tidak akan mengembangkan usahanya. Sebaliknya, pedagang itu akan terlilit utang terus-menerus. Begitu pun dengan Indonesia. Sedikit sekali produk lokal yang diberdayakan. Street food luar negeri lebih digemari rakyat dari pada makanan lokal. Bantuan negara lain berupa utang tidak bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi lokal.
  • Korupsi, kolusi, nepotisme, dan praktek suap yang masih mengakar di tanah air ini. Indonesia ibarat pedagang yang menggunakan uang pinjaman usaha untuk foya-foya. Utang tidak dimanfaatkan untuk mempercepat gerak roda ekonomi. Parahnya lagi, anggaran sendiri bahkan dana kemanusiaan juga di-KKN-kan.
  • Bunga. Manajemen pinjaman yang buruk membuat Indonesia sulit mengembalikan uangnya, ditambah lagi Indonesia harus membayar bunga atas pinjaman itu. Karena Indonesia tidak sanggup membayar utang bunga, Indonesia harus membayar pinjaman dengan meminjam lagi. Faktor terakhir inilah yang sangat mempersulit pengembalian utang Indonesia.

Kebijakan fiskal berupa pajak tidak akan banyak memulihkan anggaran negara. Jangankan untuk membayar pajak, rakyat saja kesulitan memenuhi kebutuhan primer akibat pengurangan tenaga kerja dan PSBB yang namanya gonta-ganti terus. Kebijakan moneter juga apalagi, bunga hanya membuat lingkaran setan bernama utang semakin erat. Justru, bunga harus ditiadakan agar utang bisa mudah dilunaskan. Mengapa begitu?

Bunga sendiri diciptakan sebagai jaminan agar peminjam tidak kabur dan melunasi utangnya kepada pemberi pinjaman. Selain itu, bunga juga menjadi imbalan karena pemberi pinjaman mau mengorbankan uangnya untuk orang lain dimana saat itu ia harus menahan keinginannya. Ekonom yang setuju terhadap bunga berpendapat bahwa bunga dalam proporsi tertentu dapat meningkatkan perekonomian negara. Alasannya karena peminjam akan terdorong untuk bekerja lebih keras supaya bisa melunasi utang dan bunganya. Tetapi, hukum Islam melarang praktik bunga karena akan menghancurkan ekonomi (QS Al-Baqarah : 276)

Jika dibuat pemisalan, katakanlah A meminjam kepada B untuk membayar bunga ke pemilik modal, maka A tetap punya tanggungan bunga kepada B. Hal itu akan terus terjadi, sampai akhirnya pemerintah turun tangan dengan mencetak uang tambahan agar makin banyak uang yang beredar di masyarakat. Barulah A dapat melunasi tanggungan bunganya dengan "uang tambahan pemerintah" itu. Meningkatnya jumlah uang beredar akan menurunkan nilai bunga sehingga berdampak pada inflasi. Harga-harga barang meningkat.

Bunga membuat seseorang yang berutang kepada orang lain sejumlah 1 juta rupiah harus dibayar 1,5 juta rupiah. Kemana orang itu harus mencari uang tambahannya? Berutang lagi. Bunga memang membuat pemilik modal makin untung, tetapi merugikan peminjam yang kurang modal. Kesenjangan ekonomi akan meningkat. Lebih parahnya lagi, dalam konteks bernegara, negara yang sudah tidak bisa membayar utangnya akan merelakan negaranya diperintah oleh negara pemberi pinjaman. Chinese Money Trap adalah bukti kekejaman bunga.

Meskipun utang Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh pihak swasta, jangan sampai utang yang terus membengkak membuat rakyat makin menanggung beban. Pajak sudah makin banyak dan suku bunga makin tinggi saja. Andi Hasdi Hakim dalam Jurnal Kajian Ekonomi Islam menyarankan 3 cara yang dapat dilakukan pemerintah maupun rakyat dalam melunasi utang negara ini, di antaranya :

  • Skema bagi hasil di mana pemerintah meminjam kepada lembaga lokal untuk keperluan rakyat, bukan untuk menambal defisit anggaran. Hasil dari pembangunan itu kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan. Skema ini juga dapat dilakukan dalam skala kecil. Baik pemerintah, perusahaan, maupun individu berkemampuan harus memberi bantuan modal kepada UMKM. Rakyat jelata harus membeli dari UMKM terdekat dari mereka. Bagi hasil, penanaman modal, dan jual-beli lokal akan menguatkan fondasi ekonomi lokal.
  • Mengubah sistem anggaran defisit dan segera melunaskan utang. Pemerintah boleh saja menggunakan teori ekonomi konvensional, tetapi cobalah dengar hadis Rasulullah berikut ini : "sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pengembalian (utang)" (dari Abu Hurairah r.a). Ajaran Islam tidak pernah memaksa, tetapi pemerintah yang bijak bisa mempertimbangkan. Lebih baik melunaskan utang segera atau membebani rakyat dengan utang alih-alih meningkatkan ekspor?
  • Setelah memperbaiki kinerja pemerintah, maka saatnya rakyat bergerak melalui ziswaf (zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf). Dana wakaf Indonesia saat ini sudah terkumpul hingga 2000 triliun. Belum termasuk yang lainnya. Jika dana ini dimanfaatkan untuk membangun sarana pendidikan, pariwisata, kesehatan, properti kecil, dan jalan yang bermanfaat untuk seluruh masyarakat, maka pemerintah akan terbantu sekali dan rakyat bisa hidup sejahtera(Afriyenis, 2016).

Memang sulit keluar dari jeratan utang dan riba. Hanya dengan memperbaiki sikap terhadap orang lainlah, ekonomi Indonesia bisa kembali pulih seperti sediakala, bahkan jauh lebih baik dari sebelum pandemi menyerang. Selalu ingat bahwa pemerintah adalah cerminan rakyat, maka jadilah rakyat yang mulia jika ingin pemerintahan yang mulia. Selalu ingat bahwa nasib tidak akan berubah jika seseorang tidak mengubah dirinya menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Afriyenis, W. (2016). Perspektif Ekonomi Islam Terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 1(1), 2–15.

Mankiw, N. G. (2004). Principles of Economics : Pengantar Ekonomi Makro (Terjemahan) (3rd ed.; R. Widyaningrum, ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Ulya, F. N. (2020). Naik, Utang Indonesia Pada Agustus 2020 Tembus Rp 6.076 Triliun. Diambil 28 Februari 2021, dari Kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun