Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bom Bunuh Diri, Salah Siapa?

21 Mei 2018   11:56 Diperbarui: 21 Mei 2018   12:04 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Trus lanjut tentang hukum. Memang sih hukum tentang kekerasan, HAM, dan terorisme udah lengkap perundangan undangannya, bahkan bisa dikatakan udah cukup berat hukuman hukumannya. Tapi kita ini hidup di Indonesia, ratusan juta warganya, penegak hukum itu gk bisa mantau satu persatu orang dari dia keluar rumah, aktivitas, sampe balik kerumah lagi. 

Dan gk boleh juga kayak gitu karena setiap orang punya privasi. Nah masalahnya, dengan banyaknya orang dan ibaratnya kemana mana itu bebas lah kalo masih di Indonesia, siapapun boleh ke masjid, gereja, rumah sakit, rumah makan, mall, bahkan kantor polisi, kita itu gk tau apa yg ada di kantong mereka, dalem baju mereka, dalem tas mereka, dan lain lain. 

SIAPAPUN bisa dari rumah "na na na na na" bawa tas isi bom, terus ketengah tengah kerumuman orang, dan boom mati semua. Atau seseorang yg udah kena doktrin sesat, disuruh ngebom gereja, dia berpenampilan kayak kristiani mau ibadah, bawa tas, dan boom mati semua. Jadi intinya itu gk peduli seberapa keras hukum di Indonesia, mau teroris itu digantung mati, disiksa sampe mati, dan sebagainya, kalo bom bunuh diri ya gitu aja, gk ngaruh apapun hukum yg berlaku itu. 

Hukum gk bisa mencegah gerakan teroris secara langsung. Hukum cuma bisa mencegah gerakan teroris secara gk langsung, kayak bikin takut teroris (yg bukan bom bunuh diri) untuk melakukan aksinya, atau bikin efek jera ke teroris, dsb. Dan kalo masih ada bahkan banyak aksi teroris dgn segala macam jenis, itu berarti hukum kita belum berhasil nakutin si teroris teroris ini.

Sarana dan prasarana, ini agak nyambung sama sebelumnya. Kita memang gk bisa mantau masyarakat satu persatu, tapi setidaknya pemerintah bisa masang yg namanya sensor bom di tempat tempat rame supaya kalo ada orang mau ngebom ketauan, tapi muncul lagi masalah, masalahnya sensor bom itu mahal, Indonesia luas banget, gk keitung jumlah tempat yg biasanya rame, dan kayak mustahil aja masang semua tempat itu dengan sensor bom, lagipula kalopun emang udah dipasang sensor, pasti si teroris teroris ini tau kan kalo disitu ada sensor dan dia akan cari cara/jalan lain. 

Nah ini sebenernya pr buat generasi bangsa di masa depan, gimana cara nyelesaiin masalah rumit ini tentang sarana prasarana penunjang pencegahan pengeboman.

Terakhir, perbedaan dalam Indonesia. Topik yg sangat sensitif sekaligus menarik untuk dibahas. Indonesia ini dibangun dengan pondasi yg kuat, pancasila, yg pada awalnya itu di sila pertama seolah olah menyatakan bahwa Indonesia ini agamanya islam. Tapi kemudian muncul protes dan akhirnya berubah seperti sekarang ini. Jadi pada dasarnya Indonesia menyatakan bahwa bangsa ini bukan cuma 1 agama, 1 suku, 1 budaya, tetapi perbedaan lah yg menjadi pondasinya. Dari sd kita udah dikasih tau bahwa perbedaan ini bisa jadi kekuatan sekaligus ancaman. 

Dan yg datang akhir akhir ini yaitu perbedaan sebagai ancaman. Para pelaku bom bunuh diri ini nganggep mereka 'jihad', membunuh orang yg 'berbeda' dengan mereka adalah jihad, dan ketika mati saat berjihad dgn cara mereka itu dianggap masuk surga. Semua ini dilakukan atas dasar PERBEDAAN. Padahal semua agama itu kan cinta damai, gk ada agama yg mau perang, semua agama juga mengajari saling menghormati, dan khususnya dalam islam (sepengetahuan gw) gk gitu cara berjihad, kalo mau ngajak orang non muslim masuk islam ya dengan cara damai, baik baik, kalo misalnya kita udah ngajak dan mereka nolak, ya kita doakan semoga mereka diberi hidayah. 

Bukan serta merta ngebom gereja, itu gila namanya. Yg ditakutin itu ketika agama agama lain itu 'melawan' apa yg sudah dilakukan pada mereka. Yg berujung pada perpecahan, kalo udah pecah, gk ada lagi yg namanya Indonesia. Indonesia itu kayak pelangi yg indah kalo ada perbedaan. Indonesia dibangun dengan pondasi perbedaan, jika rakyat Indonesia disamakan agama suku ras budaya, dll, bukan Indonesia namanya. 

Perbedaan itu seharusnya dinikmati aja sebagai kekuatan Indonesia, bukan sebagai ancaman yg harus dimusnahkan. Seandainya semua orang berpikir bahwa perbedaan merupakan kekuatan, maka Indonesia akan hidup aman dan damai, bersatu dalam perbedaan, bukan saling memecah belah.

Jadi, kembali ke pertanyaan besarnya, siapa yang salah? Apakah bisa sepenuhnya menyalahkan pelaku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun