Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Media Sosial (Bukan) Penyebab "Epidemi Kesepian"

20 Mei 2025   08:00 Diperbarui: 22 Mei 2025   10:25 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Efek bersih media sosial terhadap "epidemi kesepian" hampir mendekati nol | Ilustrasi oleh StockSnap via Pixabay

Jauh sebelum pandemi COVID-19, beberapa ahli meyakini bahwa kita tengah menghadapi "epidemi kesepian". Meskipun label "epidemi" kerap dinilai berlebihan, tidak ada keraguan bahwa tingkat kesepian di banyak negara terus meningkat dan telah mencapai level yang mengkhawatirkan.

Pada pertengahan November 2023 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan secara resmi mendeklarasikan kesepian sebagai "a pressing global health threat".

Lantas, apa yang membawa kita ke dalam kondisi menyedihkan ini?

Tidak ada jawaban tunggal, tentu saja, tetapi cukup banyak ahli yang beranggapan bahwa media sosial merupakan faktor terbesar di antara banyak faktor lainnya.

Platform yang pada dasarnya menawarkan kemudahan dan keluasan koneksi ini justru dinilai telah membuat banyak orang mengisolasi diri dan mengurangi interaksi tatap muka, yang sebagian besar berakhir kesepian dan hanya bisa menggeliat di sofa berhari-hari.

Tore Bonsaksen, seorang profesor Norwegia di bidang kesehatan mental, dan koleganya berupaya mengeksplorasi hubungan antara media sosial dan kesepian dengan menyurvei 1.649 orang yang tersebar di empat negara (Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia).

Para peserta ditanya tentang jumlah waktu yang mereka habiskan di tiga platform media sosial (Facebook, LinkedIn, dan X) pada hari biasa selama sebulan terakhir.

Penelitian yang terbit di jurnal tersohor "Health Psychology and Behavioral Medicine" itu menemukan bahwa para peserta dengan frekuensi penggunaan media sosial yang tinggi cenderung merasa lebih kesepian, bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap hasil penelitian, misalnya usia, status pekerjaan, dan riwayat penyakit.

Bonsaksen dan koleganya berpendapat bahwa hubungan itu sangat dipengaruhi oleh alasan orang menggunakan media sosial. Misalnya, para peserta yang bermain media sosial untuk menjaga hubungan dengan orang lain lebih mungkin kesepian dibandingkan mereka yang menggunakannya untuk melarikan diri dari perasaan sulit.

Mengapa demikian? Bukankah memelihara kontak itu bagus untuk kesehatan emosional dan karenanya mengurangi kesepian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun