Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jika Uang Tak Membeli Kebahagiaan, Mungkin Anda Salah Membelanjakannya

9 Februari 2023   18:33 Diperbarui: 9 Februari 2023   22:26 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang bisa membeli kebahagiaan kalau kita membelanjakannya dengan benar | Ilustrasi oleh Robert Lens via Pixabay

Bisakah uang membeli kebahagiaan? Jawabannya tak segampang pertanyaannya. Kita bisa menjawabnya hanya dengan "iya" atau "tidak", atau mempertimbangkan jawaban lain yang lebih dari sekadar afirmasi atau negasi belaka.

Mari kita pertimbangkan jawaban-jawaban yang dicapai beberapa penelitian.

Ada semacam pepatah sinis di antara para ilmuwan, "Jika uang tidak membelikan Anda kebahagiaan, Anda membelanjakannya dengan cara yang salah." Dengan kata lain, uang bisa membeli kebahagiaan andaikan kita tahu cara membelanjakannya secara tepat.

Lantas, barang macam apa yang mestinya kita beli? Jawabannya bukan barang, melainkan pengalaman. Ini berarti, uang bisa meningkatkan kebahagiaan manakala kita memakainya untuk hal-hal yang memperbanyak pengalaman.

Kebahagiaan memang tak ada dalam sebuah rak yang bisa kita ambil semaunya, dan kita pun tak akan bisa membelinya di toko online. Kendati begitu, kita selalu menginginkan hal-hal tertentu dalam hidup kita, dan uang bisa membantu kita untuk mendapatkannya.

Dalam hal ini, sebagaimana kata psikolog finansial Brad Klontz, "pengalaman lebih berharga ketimbang barang". Membeli barang-barang, seperti ponsel dan sepatu baru (setiap bulan), dapat memberi kita kesenangan sesaat, tapi tidak untuk kebahagiaan jangka panjang.

Kesenangan sesaat sifatnya lebih pasti dan instan, sedangkan kepuasan dan kebahagiaan jangka panjang, sampai batas tertentu, bakal mengikat kita dalam ketidakpastian. Secara naluriah, kita cenderung memilih yang pertama, bahkan sering tak sadar ada opsi kedua.

Ketika kita membelanjakan uang kita untuk membeli pengalaman, kita membentuk suatu kenangan tentangnya, yang berulang kali bakal kita ceritakan kepada teman atau kerabat, dan itu menimbulkan rasa puas yang tidak termakan oleh waktu.

Alasannya sederhana: cerita tak pernah usang sehingga kita dapat membagikannya (atau sebatas mengingatnya) begitu sering dengan perasaan yang nyaris serupa seperti pertama kali kita mengisahkannya. Kenangan menetap sepanjang hidup kita.

Saya ingat berlibur ke pantai dua tahun lalu, dan saya ingat kegembiraan yang kala itu saya rasakan: terangnya matahari, lembutnya pasir, dinginnya air laut. Atau webinar berbayar yang saya hadiri beberapa minggu lalu; saya belajar banyak dari sana.

Saya juga punya cara lain untuk membelanjakan uang saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun