Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keutamaan Melibatkan Diri dalam Absurditas Bencana

6 Desember 2021   05:25 Diperbarui: 6 Desember 2021   06:22 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi gunung Semeru merupakan contoh dari absurditas bencana | Foto diambil dari tangkapan layar via SINDOnews

Senada dengan Descartes tetapi berbeda, Camus menegaskan, "Aku memberontak, maka aku ada."

Kita tidak bisa menganggap absurditas ini sebagai kutukan, tetapi menilainya sebagai anugerah pun terasa naif.

Bencana adalah bencana. Apa yang bersemayam di balik bencana adalah kita sendiri yang menentukan maknanya. Dan bila bencana memang layak dikatakan absurd, maka tugas kitalah untuk memberinya makna dan nilai.

Untuk segala sesuatu yang berada dan terjadi di bawah matahari ... pasti memiliki alasan yang mengagumkan.

Jiwa manusia, seperti halnya sungai dan tumbuhan, juga membutuhkan hujan, meskipun dari jenis yang berbeda: makna dan alasan. Tanpa itu, segala sesuatu dalam jiwa tersebut akan mati, walaupun raganya masih terus hidup.

Lantas orang-orang akan berkata, "Di dalam tubuh ini pernah hidup seorang manusia."

Makna adalah simbol perlawanan terhadap absurditas. Makna bukanlah bentuk rasionalisasi atas irasionalitas, tetapi merupakan pijakan pertama dalam menindaklanjuti "bagaimana aku harus bertindak".

Tanpa makna, kita kehilangan nilai. Tanpa nilai, kita kehilangan empati. Tanpa empati, tidak akan ada perjuangan bersama.

Dalam novel termahsyurnya, La Peste (terj. Sampar), posisi Camus berada dalam figur dokter Rieux, yang mana dia lebih suka memerankan diri sebagai saksi hidup yang solider dengan pergulatan manusia melawan kemalangan daripada sekadar berbahagia sendirian.

Menjadi saksi bukan semata-mata hanya menonton, tetapi juga terlibat dalam perjuangan membantu korban. Tidak setiap saksi adalah pejuang, namun setiap pejuang dengan sendirinya adalah saksi atas perbuatannya sendiri dan rekan-rekannya.

Jawaban Camus untuk menghadapi absurditas adalah, manusia mesti menolak takluk di depan kebatilan dan melawannya dalam sikap solider serta bertanggung jawab atas kehidupan ringkih yang terutama tampak dalam diri para korban absurditas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun