Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi "Psikolog" untuk Diri Sendiri

13 November 2021   09:48 Diperbarui: 14 November 2021   14:50 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebelum mengeluh pada orang lain, kita mesti belajar untuk menjadi "psikolog" atas diri sendiri | Ilustrasi oleh Simed Black via Pixabay

Ketika kebanyakan orang mulai berkeinginan untuk mengubah hidupnya, mereka sering fokus pada semua hal eksternal yang melingkupinya. Namun kenyataannya, mengubah hidup selalu dimulai dengan mengubah cara kita melihat segala sesuatu dalam hidup kita.

Kita sering terjebak dalam persepsi palsu bahwa dunia ini menjengkelkan, dan bagaimanapun juga tidaklah adil. Tetapi sebelum melihat tentang bagaimana dunia memperlakukan kita, bukankah yang lebih penting adalah melihat diri kita sendiri sebagai subjeknya?

Dalam banyak kesempatan, cara kita melihat masalah adalah masalah itu sendiri.

Kita semua kerap mendistorsi persepsi kita sendiri akan realitas. Dan celakanya, kita sering tidak menyadari itu. Tidak setiap orang mampu memeriksa dirinya, tetapi semua orang punya potensi untuk melakukannya.

Menempatkan diri sendiri pada posisi yang tepat menjadi keterampilan langka seolah-olah hanya bisa dilakukan oleh profesional. 

Ketika seekor ikan bermimpi dapat terbang seperti burung, bukan tugas Anda untuk melayangkannya ke sebuah pohon.

Tugas Anda adalah memberitahu ikan tersebut tentang jati dirinya yang sejati dan bahwa impiannya itu sama seperti bunuh diri.

Begitu pula pendekatan dengan diri sendiri yang memerlukan kehati-hatian dan perenungan. Di kala Anda berpikir dunia adalah tentang kekacauan dan tidak ada hal lain selain itu, mungkin persepsi Anda sendirilah yang kacau.

Filsuf Arthur Schopenhauer menulis bahwa kesadaran terdiri dari dua bagian: subjek dan objek. Pikiran subjek berperan sebagai "pelihat" dan objek sebagai "yang terlihat". Baginya, selalu ada sesuatu yang "terlihat" dan selalu ada sesuatu yang "melihat".

Pada umumnya, kita adalah subjek dari kesadaran kita, sedangkan beberapa hal eksternal yang masuk ke dalam kesadaran kita adalah objeknya. Kopi yang tengah saya nikmati adalah objek kesadaran saya. Laptop juga merupakan objek kesadaran saya saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun