Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Proyeksi Suasana Kelas yang Ideal dan Menginspirasi

28 Juli 2021   11:22 Diperbarui: 28 Juli 2021   12:00 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika tidak ada perubahan, ruangan kelas akan lebih mirip seperti penjara | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Tidak ada yang lebih manis dibandingkan tepuk tangan sepenuh hati dari audiensi yang mengerti. Sungguh!

Pertimbangan relevansi

Masalah yang sedari dulu belum terselesaikan adalah, tidak semua materi kurikulum relevan terhadap pelajar itu sendiri maupun kehidupan sehari-hari. Di sinilah kecerdikan pengajar diuji: apakah mereka tetap memaksakan apa adanya kurikulum atau "memodifikasinya".

Pembelajaran yang humanis tidak selayaknya memaksakan semua materi untuk ditelan murid. Maksudnya, pandangan humanisme memandang bahwa setiap orang itu otentik dan unik. Mereka yang berbakat di basket belum tentu bisa mencerap pelajaran kimia.

Pengajaran mesti disesuaikan dengan tingkat kemampuan pelajar karena setiap individu punya ketimpangan pemahaman. Kalau tidak ingin seperti ini, maka pelajar harus mandiri dalam belajar. Tetapi menjadikan mereka mandiri tidaklah mudah.

Selama ini selalu terjadi pertarungan antara kurikulum dan waktu. Dan ini menjadi tantangan bersama antara pengajar dan pelajar. Sebab belajar itu seperti naik tangga: langkah demi langkah.

Jadi ketika memulai sebuah pembelajaran, mungkin ada beberapa pelajar yang pemahamannya belum sampai ke sana.

Katakanlah sekarang pembahasan elastisitas harga. Akan dipelajari tentang apa itu elastisitas, bagaimana aturannya dan bagaimana rumusnya serta kurvanya. Saya yakin bahwa di antara semua murid ada yang belum memahami apa itu kurva atau pemikirannya belum bisa sampai ke sana.

Itulah kelemahannya: pendidikan kita terlalu memukul rata dengan asumsi semua punya kemampuan yang sama. Tidak, setiap pelajar punya kesenjangan pengetahuan sebelum pengajar memulai suatu materi.

Jadi kalau pelajar yang tertinggal itu tidak diantarkan dulu ke tingkat yang sama dengan mereka yang sudah paham, maka pembelajaran tersebut selamanya tidak manusiawi. Artinya, materi pembelajaran pun perlu dibuat relevan terlebih dahulu dengan kemampuan murid.

Guru matematika saya ketika SMP mempraktikkan metode unik. Beliau memerhatikan kemampuan setiap murid sehingga pembelajaran yang beliau berikan dapat disesuaikan dengan masing-masing individu. Maksud saya dalam artian harfiah.

Pembelajaran menjadi seperti berlevel. Si A ada di level 3 dan si B baru di level 1. Seiring waktu, si B berkembang dan naik level ke level berikutnya. Memang terjadi kesenjangan, tapi di akhir semester, semua murid mencapai garis akhir yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun