Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menyerahlah dengan Tepat dan Elegan

21 Juli 2021   12:12 Diperbarui: 21 Juli 2021   20:51 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika sudah waktunya, menyerahlah | Ilustrasi oleh Gerd Altmann via Pixabay

Hanya saja risikonya, pasien tersebut mungkin meninggal sebelum dokter tersebut berhasil mempelajari tumor otak.

Ini seperti Anda yang gemar bermain sepak bola, kemudian berhadapan dengan dunia musik yang tidak Anda kuasai. Apakah Anda harus menyerah? Jika Anda berkenan untuk mundur dan mempelajari seni musik, Anda bisa terus berjuang di sana. 

Itu berarti, potensi internal masih hidup.

Tetapi jika Anda tidak ingin mundur dan hanya memaksakan diri untuk berada di tempat yang asing bagi Anda, kemungkinannya tidak berbeda dengan menyiksa diri sendiri. Dalam jangka panjang, Anda hancur.

Mungkin Anda beranggapan bahwa teman saya benar dan menunjukkan betapa buruknya contoh yang saya berikan. Memang demikianlah adanya: saya sengaja memberikan contoh tentang dokter agar kita bisa membedakan potensi yang masih hidup dengan yang sudah mati.

Saya suka ironinya: menyerahlah ketika Anda tidak punya peluang dan Anda tidak bisa melakukannya lagi. Bahkan ketika peluang itu masih ada dan Anda tidak bisa melakukan apa-apa lagi, keputusan untuk memaksakan diri hanya akan menjadikan hasilnya lebih kacau.

Atau seperti yang dikatakan Sigmund Freud, "Jika Anda tidak bisa melakukannya, menyerahlah!"

Kesimpulan dari dua premis yang saya ambil tidak akan punya nada-nada heroisme bahwa:

Pincangnya salah satu potensi (internal atau eksternal) akan sangat berpengaruh dalam menyalakan alarm kita untuk segera menyerah. Ini tidak membuktikan betapa payahnya kita, dan justru membuktikan betapa bijaksananya kita.

Seorang sopir yang andal selalu tahu kapan waktunya menginjak pedal gas dan kapan waktunya menginjak pedal rem. Kita adalah sopir kehidupan kita sendiri. Dan orang-orang bijaksana adalah sopir yang paling andal.

Menyerah bukan berarti sebuah akhir

Dulu, saya berkecimpung lama di tempat yang tidak saya sukai. Satu-satunya alasan saya belum berhenti adalah karena saya begitu khawatir tentang apa yang akan dipikirkan orang lain jika saya menyerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun