Tidak salah juga untuk melihat ke luar diri, barangkali di sana memang ada yang menghambat kita dan bisa kita hindari. Misalnya pada suatu waktu, saya menghabiskan waktu belajar di ruang tengah.
Namun setiap bertepatan dengan jam belajar saya, Ibu selalu menonton televisi dan suara berisiknya mengganggu konsentrasi saya. Maka daripada berdebat habis-habisan, saya bisa pindah ke dalam kamar atau bahkan ke luar rumah.
Dalam kasus kenyataan tentu bisa lebih rumit dari itu. Tetapi yang ingin saya jelaskan adalah, hindari hambatan eksternal jika memungkinkan untuk dihindari. Namun jika tidak, jadikan itu sebagai rintangan.
6. Hindari pembulatan ekstrem
Dalam tahap evaluasi dan hendak menyimpulkan, saya selalu menghindari pembulatan ekstrem. Misalnya selepas saya mengerjakan sebuah esai, saya tidak menilainya dengan "sangat bagus" atau "betapa jeleknya". Tidak, saya tetap memegang prinsip "keseimbangan afirmasi dan kritik".
Jadi penilaiannya tidak akan "hitam/putih" atau "positif/negatif". Kesimpulannya selalu dalam bentuk uraian yang berisi poin-poin afirmasi dan kritik, kemudian diakhiri dengan pembulatan lewat skor angka (seperti yang saya singgung sebelumnya).
Nah, kepelikan yang terjadi sekarang ini amatlah mudah untuk memancing reaksi kita walaupun tidak perlu. Teramat sulit untuk mengendalikan diri sendiri, apalagi di masa yang serba susah. Tetapi bagaimanapun juga, kita adalah manusia yang melampaui daya nabati dan hewani.
Kita dianugerahi kesadaran diri, kemampuan bernalar, hingga intuisi yang semuanya bernilai penting untuk membedakan kita dengan binatang. Dan salah satu pendayagunaan anugerah itu adalah, dengan mengkritik diri sendiri.
Pada akhirnya kita tahu bahwa, keterbukaan untuk mengakui kesalahan dan kekurangan diri sendirilah yang memberikan kita pelajaran berharga. Di sanalah letak mutiara berkilauannya: di dasar yang dipenuhi lumpur-lumpur dan bau busuk.