Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Kunci Sabar dalam Menghadapi Masalah Kehidupan

25 Juni 2021   17:42 Diperbarui: 28 Juni 2021   00:17 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sabar dengan sekadar menerima saja tidaklah mudah | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Malaikat dan manusia sama-sama punya roh dan akal. Tapi, manusia juga punya badan yang bertumbuh. Kita tumbuh dan berkembang seperti tanaman dan hewan!

Tidak hanya itu, hewan juga diciptakan dengan nafsu yang tidak dimiliki oleh malaikat. Dalam hal ini, manusia sama seperti hewan. Itulah mengapa kita berpotensi melakukan keburukan seperti hewan, sedangkan malaikat hanya berbuat kebaikan.

Perbedaannya, manusia dituntut bertanggung jawab atas nafsunya karena dianugerahi akal, sedangkan hewan tidak.

Maksud saya di sini adalah, kita punya nafsu/naluri yang menghambat kesabaran untuk naik ke permukaan. Berbeda dengan malaikat di mana mereka tidak punya nafsu sehingga hanya berbuat kebaikan. Lagi pula, kehidupan kita berbeda dengan malaikat.

Atas dasar itulah, saya berpendapat bahwa dalam taraf manusia normal seperti saya, kesabaran itu ada batasnya. 

Meskipun mereka katakan kesabaran itu tidak ada batasnya, saya lebih condong pada realisme dan melihat kenyataan tanpa membumbuinya dengan "seharusnya".

Pertanyaannya, di mana letak batas kesabaran itu? Yaitu ketika masalah yang dihadapi sudah bersangkutan dengan hidup dan mati.

Saya tidak bisa duduk bersabar saat seorang teman datang mendobrak pintu dan menodongkan gergaji mesin pada saya. Atau seorang perampok yang tiba-tiba berada di kamar saya sedang melacak lemari.

Atau Anda yang tiba-tiba meneror saya dengan surat bahwa dalam satu jam ke depan, seorang pembunuh bayaran akan mengetuk pintu saya dengan kasar. Saya berhak untuk hidup!

Ujung-ujungnya, mungkin hanya perlu satu landasan yang melekat dalam pikiran Anda, karena jarak antara tragedi dengan reaksi Anda hanya selang sepersekian detik. Tetapi momen singkat itulah yang menentukan apa yang akan terjadi di waktu mendatang.

Jadi setidaknya, ingatlah satu kunci atau landasan yang saya paparkan tadi. Tidaklah realistis jika Anda mengingat semua landasan itu, sedangkan dalam puncak amarah, pikiran Anda tidak bekerja begitu baik untuk bisa mengingat semua landasan yang saya maksud.

Nah, pada akhirnya, kita akan tahu siapa yang akan memenangkan kehidupan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun